Takkan Selamanya…
“Bendungan sebelah selatan kali rogo jebol…warga harap segera
mengungsi, terima kasih” suara dari
masjid Al Taqwa itu terdengar semakin menakutkan setelah terdengar pula alarm
yang berbunyi berkali – kali. Bagaikan malaikat meniup sangkakala besok pada
hari kiamat.
Desa tanjung karam kecamatan lebak siae kabupaten bogor,
memang setiap tahunnya menjadi langganan banjir kali rogo. Melihat tata
geografisnya, desa tanjung karam berada pada ketinggian 200 m diatas permukaan
laut. serta berada tepat di dekat sungai kali rogo yang kondisinya bisa
dibilang sangat mungkin terjadi banjir. Sampah dimana – mana, sehingga
menyumbat aliran sungai. Akibatnya setiap musim penghujan sungai kali rogo tak
segan – segan mengeluarkan kemarahan yang dideritanya. Air pun meluap
memuntahkan partikel – partikel air kedaratan yang mengakibatkan banjir pada
malam itu.
Malam dengan hujan Rintik – Rintik serta kilatan petir
menambah kegetiran warga tanjung karam. “ayo mas cepat !” suara seorang wanita
berusia 27 tahunan yang sedang menggendong anak kesayangannya terdengar penuh
kecemasan. Rini, wajah cantik nan ayu dengan tubuh ideal serta postur tubuh
yang tinggi cukup dibilang pas 165 cm bagi seorang wanita sekaligus ibu rumah
tangga. Cerewet serta terlalu menilai sesuatu dari luarnya saja sangat cocok
dengan rambut nya yang khas kunciran ala kuda lumping. “Iya – iya Rin !” jawab
Farid suaminya, sabar. Berbeda dengan Rini, Farid justru cenderung seorang
pendiam, sabar, dan teliti. Ia selalu berpikiran jangka panjang. Serta tidak
pernah percaya pada semua yang hanya bisa dia lihat dari dhohirnya saja, tapi
lebih mendalam lagi.
Percampuran dua kultur budaya yang berbeda sangat mempengaruhi
rumah tangga mereka. Rini yang ber ras dan budaya daerah Jawa Timur bersifat keras
dan tak sabaran. Sedang Farid suaminya bernuansakan daerah jawa tengah kawasan
Yogyakarta yang sabar,teliti, dan “alon – alon seng penteng klalon”. Maka tak
jarang mereka berbeda argument yang dapat menimbulkan konflik, yang mulanya
cuma butiran pasir malah malah menjadi bongkahan batu sungai yang sulit sekali
untuk dipecahkan. Tiga tahun mereka menjalani cinta kasih dalam ikatan
pernikahan, manis pahit mereka jalani bersama. Hingga pada tahun pertama
pernikahan mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik seperti ibunya.
“ayo mas ! mas ini ngurusin tv terus, gak tau apa. Sekarang
ini banjir bandang mas !” suara Rini terdengar sayu dan penuh kecemasan.
Berkali – kali ia mencium Riri anaknya, seakan ciuman itu untuk yang terakhir
kalinya.” Iya Rin….. kalu kita mati itu sudah menjadi takdir kita ” jawab Farid
enteng “ ga’ usah ceramah lah mas, kasihan Riri mas “ mencium Riri lagi. Tapi
kali ini, ia mencium Riri dengan luapan air mata kesedihan. Entah apa yang ada
dibenak Rini, sehingga ia meneteskan air matanya dengan deras dan saat itu pula
Riri sibocah yang berumur kurang dari satu tahun itu tiba tiba menangis keras
sekali, yang menambah kekacauan malam itu. Sekacau hati Rini yang terus menerus
menerus meneteskan air mata.
Farid yang tadinya ngurusin tv kini sudah selesai. Mereka
bertiga langsung beranjak pergi untuk menyelamatkan diri. Rini menggendong
Riri, sedang Farid membawa tv 15 inchinya. Entah apa yang terjadi, ditengah
jalan mereka berhenti dengan penuh kebingungan. Semuanya gelap, mulai dari
warung mbok Surti yang biasanya buka sampai pukul 22.30 wib, kini jauh dari
pukul setengah seblas tepatnya 20.30 wib warung dengan lampu balon kuning itu
sudah bahkan semakin padam. Yang terdengar hanya suara rintikan air hujan.
Kilatan petir yang bagaikan cepretan camera 500 MBP, pertanda bahwa kilatan
atau cahaya itulah yang dapat dilihanya untuk terakhir kali. Terdengar pula
suara gemuruhn air dari selatan. Suara itu semakin lama jelas tersengar
diteling mereka. Tiba tiba “ wush…” suar air banjir bandang menerjang mereka.
Rini pasrah dengan keprasahan yang paling dalam. Tak terlintas
diotaknya bahwa ia akan selamat. Hanya Riri dan Farid yang selalu terbayang
dibenaknya. “ bagaimanakah nasib Riri dan mas Farid? Dimana lagi aku bisa
mengomeli seseorang selain mas Farid? Dimana lagi, suara tawa bayi bisa
kudengar? “ pertanyaan yang terombang ambing tanpa tau jawabannya separah
tubuhnya yang tak tau akan dibawa kemana oleh air banjir itu.
Keesokan harinya timsar dibantu para warga yang selamat
melakukan evakuasi guna menyelamatkan barang atau jiwa yang masih dibutuhkan di
dunia, meski banjir masih setinggi dada orang dewasa. Hingga pada hari kedua
setelah banjir, evakuasi baru selesai. Semua barang dan jiwa baik yang masih
utuh atau tidak sudah berada di tempat pengungsian. Maka berlanjutlah cerita
warga Tanjung Karam.
Cahaya menerobos sela sela mata Rini. Remang remang, tapi dia
begitu akrab dengan cahaya itu. “ ya…itu cahaya dunia “ pikirnya. Terdengar
pula suara cekikikan bayi “ suara itu…aku tau suara apa itu! Tapi mengapa
brbeda dengan yang pernah ku dengar? “ pikirnya lagi. “ Rin..Rini..kamu sudah
sadar ? “ Tanya seorang laki laki yang bertubnuh tinggi itu. “ suara itu juga..
aku sangat. Suara yang selalu menjawab omelanku. Suara penuh perasaan. Siapa
lagi kalau bukan mas Farid. Tapi dimana pula suara lain yang pernah kukenal..?
“ pikirnya semakin penasaran. “ Rin.. buka matamu Rin. Ini aku suamimu? “
tersirat sebuah warna putih dikelopak mata Rini yang semakin lama terlihat pula
warna hitam di matanya.
“ sukurlah kamu sudah
sadar ri..! “ sambil mencium kening Rini, dengan mata berkaca kaca. Ia selalu
melakukannya ketika Rini bangun dari tidurnya. Meski dibilang kayak anak kecil
tapi Rini begitubahagia karena ia merasa tidak ada ciuman lagi yang begitu
indah selain ciuman dari mas Farid dan Riri. “ Riri..Riri! dimana Rini mas..? “
Rini memegang erat tangan suaminya kuat sekali. Diwajahnya Nampak sekali wajah
kecemasan yang tak karuan. “ Riri sudah tidak ada disini lagi Rin..” jawab
suaminya lirih “ maksud mas, Riri sudah dirumah sakit. Sukurlah “ “ nggak
Rin..! Riri sudah tidak ada lagi di dunia ini, ia sudah berada di dunia kekal
abadi Rin..”. luapan air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi, bagai banjir
yang menghanyutkan semua yang dimilikinya malam itu.
“ dimana Riri? Dimana pipi empuk yang biasa ku cium tiap hari?
Dimana bau bedak bayi itu? Dan dimana seberkas fotokopi wajahku masa kecil? “
pertanyaan yang sama ketika ia hanyut terbawa banjir, kini terlintas kembali.
Yang dulunya ia tidak tau jawabannya, kini sudah terjawab bahwa “ anak ku sudah
mati “
“ Sabarlah Rin, ini semua cobaan dari tuhan ” hibur mas Farid.
Rini menangis sejadi jadinya dalam dekapan suaminya. Selang beberapa menit Rini
berhenti menangis. Ia menatap tajam suaminya penuh pertanyaan “ sekarang dimana
Riri mas? “ Tanya Rini penuh ketegaran. “ Riri sudah dimakamkan. Riri ditemukan
tim sar tanpa ada luka fisik akibat benturan atau yang Rin. Ia meninggal memang
sudah tiba saatnya dipanggil sang ilahi. Jadi kamu yang sabar Rin! “ dipeluknya
lagi tubuh suaminya penuh kesedihan. Farid yang tadinya tegar kini tak kuasa
menahan kesedihan. Dipeluknya tubuh Rini kuat. Dan berkali kali ia mencium
rambut Rini yang masih di kuncir itu. Bau rambur Rini yang sebelumnya tercium
harun suka cita kini yang tercium bau duka cita. Tak terasa air mata Farid
mengalir deras dan akhirnya jatuh ke rambut hitamkuciran itu. “ mas Farid
nangis “ sambil membebaskan pelukan Farid, Rini melihat tajam mata suaminya. “
mas bisa nangis juga..? “ Tanya Rini menyem,bunyikan kesedihannya. “ aku nggak
nangis kok Rin, aku malah bahagia masih diberi sosok wanita cantik dan tegar
seperti kamu “ kembali Rini memeluk Farid suaminya.
Setelah kesedihan Rini sedikit terobati, Farid mengajak
istrinya kesuatu tempat. Tempat dimana manusia besok akan menempatinya, tak
terkecuali Riri anak mereka. Tiba disana mereka memanjatkan do’a untuk
putRinya. Semua ingatan Rinidan putRinya terlintas kembali dibenaknya. Ketika
ia berdo’a kepada tuhannya, agar tuhan selalu manjaga Riri, setelah itu ia
menciumnya. Dan kini do’anya sudah terkabul, tuhan menjaga riori untuk
selamnya. Terbayang juga dipikiran Rini wajah bayi mungil yang digendongnya
sebelum kejadian banjir itu. Rini menangis tersedu sedu dalam belaian tangan
suaminya. “ sudah Rin.. yang terjadi biarlah berlalu. Kita sambut masa depan
denganm lembaran baru. Jangan kau bawa kesedihanmu ini untuk menyongsong hari
esok, karena itu hanya akan menambah bebanmu “ kata itulah yang seRing diucap
mas Farid kepadaku, dikala aku bersedih. Dan kata itu pula yang selalu
menenangkan hati bagisiapa saja yang mendengarnya.
Tiga hari paska bencana banjir, semua kegiatan desa Tanjung
Karam sudah mulai aktif. Kini warga
mulai mengerti apa itu sampah, penyebab sampah, hingga pengolahan sampah.
Karena sebelumnya ada penyuluhan dari pemeRintah mengenai arti penting sampah.
Sampah bukan barang yang menjijikan tapi sampah adalah emas bagi yang mampu
mengelolanya. Dan sampah adlah bencana bagi yang menyianyiakanya. Semua
bergotong royong mengatasi sampah, yang muda, tua, kecil hanyut dalam kerja
bakti tersebut. Yang pria membersihkan sungai dan gorong – gorong sedang yang
peremmpuan khusus ibu ibu membersihkan jalan desa dan balai desa. Dan para
perempuan muda membersihkan rumahnya masing masing. Pinggir – pinggir jalan
ditanami pohon palm, jati, mahoni, dll yang berguna untuk membantu peresapan
air. Sampah yang tadinya tak karuan kini kumpul jadi satu di tanah lapang yang
mereka namai TPS ( tempat pembuangan sampah ). Dengan bantuan swadaya
masyarakat desa lebak siae kini mempunyai mobil untuk mengangkut sampah mereka.
Tak trkecuali Rini, ia sibuk membersihkan danmembereskan rumahnya.
Seperti biasa Rini selalu mengomel pada Farid suaminya. “ mas
ini lo.. gak malu apa dilihat orang. Wong semua pada kerjabakti. E.. mas malah
nonton TV “ “ ini juga membantu “ jawabnya singkat “ bantu apanya .. bantu
leawt perasaan “. Suaminya hanya diam
tak menggubris pa yang dikatakan Rini, karena ia tersihir oleh TV 21 inchi yang
baru di belinya. Memang saat banjir itu, TV 15 inchinya sudah lenyap gak tau
dimana ia terkapar. Ia membeli TV 21 inchi dari uang sumbangan kemanusioaan.
Rini sempat marah – marah terhadap Farid suaminya soal penggunaan uang
sumbangan itu. Alangkah lebih baiknya uang itu di gunakan untuk membeli kebutuhan
pokok. E.. malah mas Farid maksa untuk untuk membeli TV. Mau gimana lagi, aku
hanyalah seorang istri, kewajibanku untuk mematuhi suamiku karena dialah
surgaku. Gerutu Rini dalam hati. Akibatnya kini kami tidak punya uang, baik
untuk memenuhi kebutuhan pokok atau untuk modal usaha. Karena sebelumnya kami
hidup dari took kami, toko barokah namanya. Dan kini hanya tinggal kenangan
saja bersama putri ku Riri.
Satu minggu setelah meninggalnya Riri putri mereka, maka
sedikit demi sedikit kesedihan mereka berangsur dapat terobati. Kini mereka
hidup berdua dengan hidup apa adanya. Usaha yang biasa, hingga penghasilan yang
luar biasa kurangnya. Rini bekerja sebagai seorang pedagang sayur yang untuk
modal usaha ia meminjam ke ibu astute tetangganya. Ibu astuti adalah seorang
janda beranak satu. Anaknya bernama Fahri, fahri merentau ke Jakarta dua tahun
yang lalu bermodalkan S1. Anak ibu Astuti kini menjadi seorang yang sukses, ia
bekerja di perusahaan PT Furindo Jaya. Sebuah perusahaan yang memproduksi makanan kalengan. Disana ia
menjabat sebagai manajer bagian pemasaran yang mungkin kurang sesuai dengan
jurusan pendidikan sarjananya yaitu sarjana ekonomi. Penghasilan yang dibilang
lebih dari cukup itu tidak menutupi matanya untuk berfoya – foya di kota besar
itu. Semua hasil jerih payahnya tidak semua ia makan sendiri, melainkan ia bagi
dengan ibunya , siapa lagi kalau bukan ibu astuti. Ibu yang paling makmur dan
sukses tanpa bekerja ia dapat makan. Berbeda dengan Rini dan suaminya, mereka
harus banting tulang untuk mendapatkan sebungkus nasi kucing.
Suami Rini, Farid juga mulai bekerja meski kadang – kadang
nganggur. Ia bekerja menjadi seorang kondektur bus metro mini jurusan Jakarta –
bogar, itu pun tidak tentu. Pendapatan
setiap hari yang minim membuat Rini setiap hari selalu marah – marah kepada
suaminya yang kerjanya hampir full watching TV.
Mas Farid, mas ini gimana to.. kita ini sedang susah mas..
hutang dimana – mana. Penghasilan Cuma bisa buat beli nasi kucing, mas malah
nonton TV terus ! “ marah sekali Rini pagi itu. Pagi yang harusnya dihadapi
dengan semangat baru, malah hilang dengan menyaksikan orang yang bahagia diatas
pendritaan orang lain. “ ini juga usaha “ jawabnya enteng “ usaha apa? Usaha
nonton TV.. usaha memuaskan hati “ balas Rini makin marah “ kamu ini, kalau gak
tau. gak usah ngurusin “ Farid marah juga “ aku memang gak tau, mas mikiRin
apa. Tapi sampai kapan mas mikiRin angan – angan mas. Kita butuh makan mas,
makan itu pakai uang, uang itu didapat dengan usaha bukan berharap uang akan
keluar dari TV “ cetus Rini tak karuan “ aku nyesel membiarkan uang sumbangan
bencana dari pemeRintah itu, mas belikan TV. Kalu malah akibtnya begini.. “
lanjut Rini. Tiba – tiba “ plak…” tangan seukuran mangkok bakso mendarat dipipi
Rini, keras dan penuh amarah. “ kamu ini seorang istri, tak pantas kau bicara
seperti itu padaku. Aku memang bisanya nonton TV, tapi aku ini suamimu yang
harus kau hormati. Jika kamu ngomong kayak gitu lagi.. talakku akan jatuh
padamu satu kali ! “ sambil membanting remote TV, Farid beranjak pergi keluar
rumah. Rini yang tak pernah melihat suaminya semarah itu, menangis tersedu –
sedu. Bukan karena tamparannya, tapi karena ucapan Farid yang memvonisnya
bersalah. “ apakah aku bersalah ? apakah aku memang sudah keterlaluan ? apakah
aku salah menilainya ? tapi bukankah itu memang salah ? tapi mengapa, kata itu
jatuh padaku ? dan bukankah kata itu ada suatu pertanda ? “ berkali – kali Rini
membolak – balikan kejadian itu, antara yang pantas marah dan dimarahi. Rini
terduduk sedih di sofa ruang tamu melihat kepergian suaminya yang entah kemana
? dan akankah ia kembali ? dan pertanyaan itu pula yang selalu menjadi bayangan
ke galauan Rini.
Sembilan jam kemudian, tepatnya jam 16. 00 WIB hati Rini
begitu lega. Selega tanah tandus tersiram derasnya air hujan. Sosok pria
bertubuh tinggi, beranbut ikal memasuki rumahnya. siapa lagi kalau bukan suami
Rini, Farid Suhardoyo. “ makan mas ..! “ ajak Rini menyiapkan makanan dimeja
makan. “ hem..” jawab Farid, sambil nyelonong ke kamarnya, lalu menutup pintu.
Rini menyadari hal itu “ mungkin itu karena kejadian tadi pagi “ pikirnya dalam
hati.
Hari – hari mereka jalani
tanpa kemesraan. Seminggu kemudian Rini merasa curiga dengan sikap dan perilaku
Farid suaminya. Mulai dari jaranng makan di rumah, pergi setiap pagi, pulang
hingga malam hari. Bukan itu saja, setiap keperginyya ia selalu memakai pakaian
macing. Dan ada satu lagi ia selalu membawa uang yang cukup banyak ketika ia
kembali dari kepergiannya. “ mengapa aku harus curiga ? yang pentingkan ia
menafkahiku, walau bukan nafkah batin. Tapi..? “ suara hati Rini mengusik
kembali. Hati yang tak pernah sejalan dengan kenyataan. Lama Rini memikirkan
hal itu. “ jangan – jangan Farid dapat uang dari pesugihan, atau tuyul, ataukah
babi ngepet ? jangan – jangan juga aku malah dijadikan tumbal ? waduh..” Rini
tak kuasa menahan segala pertanyaan hatinya yang selalu memaksa untuk di jawab.
Pagi – pagi sekali seperi biasa Rini berjualan sayur. Tapi
kali ini dengan misi yang berbeda dari sebelumnya. Yang sebelumnya ia berjualan
untuk mendapatkan uang nemun beda dengan pagi itu. Ia menjadi seorang detektif,
guna mengetahui seluk beluk sumber rizki keluarganya. Yang berarti menyelidiki
suaminya sendiri, Farid Suhardoyo. Tepat
pukul 06. 00 WIB Rini sudah meniggalkan rumah dengan sepiRing nasi goRing di
meja makan. Rini mendorong gerobak sayurnya kearah kanan rumah, itu berarti ia
menuju kearah utara. Arah yang selalu di pillih Farid ketika pergi dari rumah.
Tepat di lontrongan RT 05 Rini mengerem laju gerobaknya. Di
situlah Rini akan mengawasi suaminya. Tak beberapa lama dari arah selatan
muncullah seorang laki – laki misterius. Siapa lagi kalau bukan Farid suami
Rini. Mata Rini yang sebelumnya bergelayutan dengan udara dingin, kini mata itu
menjelma menjadi mata elang pengintai. Sosok sedaadu berjalan dengan lenggak
lenggoknya tidak pernah merasa bahwa ia diawasi seorang bidadari yang sangat
mencintainya. Laki – laki it uterus berjalan, sejalan dengan mata Rini yang
mengawasinya. Tiba – tiba langkah itu berhenti di depan gerbanng sebuah rumah
mewah. “ ting..tong “ suara bel dari rumah mewah itu terdengar jelas ditelinga
Rini. Yang saat ini ia bersembunyi di balik pohon jati yang berjarak sekitar 15
M dari Farid suaminya. Dua menit Farid berdiri didepan pagar itu menunggu ahli rumah.
“ mari mas..! “ terlihat seorang wanita muda berusia 22 tahun
yang cantik. Ranbut panjang sepunggung dan juga rebondingan. Dilihat dari
penampilannya, wanita dengan baju lengan pendek dan rok selutut tersebut adalah
wanita berkarir, tapi bisa juga wanita penjilat. Apresiasi Rini saat itu.
Wanita itu menyilakan
masuk Farid suaminya. “ ya..” sahut Farid sembari masuk ke pintu gerbang yang
sudah terbuka. “ greg..” suara itu menandakan bahwa pintu gerbang sudah
tertutup. “ jadi mas Farid…” tak kuasa Rini melanjutkan kata – kata itu. Rini
berlari dengan luapan banjir air mata menuju rumahnya. Tak perduli pada
gerobaknya, tak perduli orang – orang melihatnya dan tak perduli dengan apapun
yang akan terjadi. Kejadian yang barusan ia lihat menimbulkan magama merapi muntah dihati seorang wanita
yang meRindukan kehangatan kasih sayang seorang suami. “ he..he.. mas Farid.
Mengapa kau lakukan ini padaku. Apa salahku ? apakah aku sudah tak menarik lagi
bagimu ? he..he..”. bukan hanya satu atau dua jam saja Rini menangis tapi
hingga beberapa jam sampai ia tertidur di balai kamarnya.
Tak terasa sore pun tiba. “ assalamualaikum..” suara seorang
laki – laki masuk kedalam rumahnya. “ kok gak ada orang. Rini dimana sich..?
pasti ia akan sangat senang mendengar kabar ini. Rin.. Rini..” panggil Farid.
Ia terus menyusuri setiap seluk beluk rumahnya, hingga ia mendapatakan Rini di
kamarnya. “ Rin.. Rini bangun dong..” Farid mencoba membangunkan Rini sambil
mencium kening Rini. Tanpa harus menunggu lama, Rini akhirnya terbangun karena
kaget dengan sikap itu. Paadahal itu merupakan hal biasa yang mereka lakukan
setiap hari. “ Rin pasri kamu senang. Aku punya kabar baik Rin..” sambil
memegang tangan Rini, Farid meyakinkan padanya bahwa ia pasti senang mendengar
berita tersebut. Tapi. “ udahlah mas. Besok aku ingin ke rumah orang tuaku di
jawa timur mas “ sambil melepaskan pegangan tangan Farid di tangannya. “ lho
kok besok sih Rin. Kalau besok aku gak bisa nemenin kamu Rin,,” “ gak pa pa.
gak ditemenin juga gak pa pa. pokoknya aku besok ke rumah orang tuaku titik “
jawab Rini seraya meninggalkan Farid kealmari untuk membereskan pakaian yang
akan dibawanya besok pagi kedalam tas. “ tapi Rin.. kayaknya ada yang kamu
sembunyikan dariku “ Tanya Farid penasaran. Tapi yang ditanya hanya diam seribu
bahasa. Akhirnya Farid pun meninggalkan kamar Rini menuju ruang tamu.
Malampun berlalu dengan cepat hingga pagi pun menyongsong,
maka berlanjutlah kehidupan diatas bumi ini. “ mas aku pergi ke rumah orang
tuaku di jatim. kalau mas mau makan carilah orang yang bisa masak masakan
seenak aku “ secarik kertas terselipkan di atas meja ruang tamu, yang kini
sudah di baca Farid. “ Rin..Rini kirain aku gak bisa masak apa, sampe – sampe
aku disuruh cari pembantu. Lihat ya sebulan lagi kamu pasti kaget dengan
perubahanku “ kata Farid enteng sambil meletakkannya diatas meja kembali.
Satu bulan pun mereka jalani dalam kesendirian, berjauhan. Dan
kini pula saatnya Farid menemui Rini dikediaman rumah mertuanya jawa timur. “
tin..tin..” suara klakson mobil parker didepan sebuah rumah sederhana didesa
dampit malang jawa timur. Turunlah sossok laki – laki bertubuh tegap, lengkap
dengan pakaian jas warna hitam yang serasi dengan mobil yang ia kendarai yaitu
kijang innova hitam “ assalamualaikum “ ucap salam laki – laki tersebut ketika
berada didepan pintu. “ waalikum salam e..Farid masuk nang..” jawab seorang
dari dalam rumah, siapa lagi kalau bukan mertua laki – lakinya. Mereka bercakap
– cakap dari hal Ringan hingga hal ppaling dalam seperti masalah banjir tiga
bulan kemaRin yang menghanyutkan cucunya, Riri.lama mengobrol akhirnya Farid
menyampaikan maksud dan tujuan kemari yaitu membawa istRinya kembali ke bogor.
Setelah menunggu kurang lebih setengah jam, Rini keluar dengan
membawa tas berisikan pakaian menuju mobil Farid. “ moga mas udah sadar..”
do’anya dalam hati. “ assalamualaikum “ slam Rini kepada orang tuanya.
Perjalanan mereka bak naik keranda berjalan. Rini diam seribu
bahasa. Rupanya Rini masih sakit hati kepada suaminya. Sakit hati seorang
wanita yang diduakan kekasih hati. Kini mobilpun memasuki kawasan bogor yang
ramai tapi tak seramai hati Rini yang hanya diam tanpa kata. “ ditanya
diam..,diajak makan diam..,dideketin malah menjauh..kenapa sih sayang ? “ suara
hati kecil Farid penuh kasih. “ tin..tin..” bunyi klakson mobil Farid. Tak lama
gerbang istana terbuka. “ selamat dating Rin..inilah istanamu “ Rini terbengong
– bengong “ apa bener ini rumah mas Farid si tukang malas ? “ Tanya Rini dalam
hati. “ silahkan masuk permaisuriku..” menyilahkan Rini jalan duluan. Rinipun
berjalan sambil melihat- lihat istana barunya. Tepat dipintu istana tiba –
tiba..” byur..” air jatuh dari atas tepat mengenai Rini. Sontak Rini kaget,
basah kuyub dan penuh Tanya. “ ye..!! “ suara laki- laki dan permpuan dari arah
belakang. Bagaikan banjir tiga bulan yang lalu, air mata Rinipun tak bisa
dibendung. Suaminya Farid bersama wanita penjilat dua bulan yang lalu
bergandengan penuh kasih menyaksikannya menangis.
Rini berlari keluar istana. Sebelum sempat keluar, Rini
dikejutkan lagi. Dari arah taman tiba – tiba muncul segerombolan orang
melempaRinya tomat. “ selamat ulamg tahun..mbak Rini “ kata segerombolan orang
itu secara bersamaan. Berbeda denngan orang yang merayakan ulang tahunnya
secara bahagia, Rini malah marah. Matanya merah padam, berkaca – kaca mendekati
Farid suaminya. “ apa maksud mas..mas hanya mau membuktikan kalau mas sudah
sukses ! dengan sukses mas bisa berbuat segalanya..? “ kata Rini penuh amarah.
Tapi Farid hanya senyam – senyum “ tersenyumlah lah mas..! mas bisa dapet
segalanya, ma situ gak punya ha..” belum sempat melanjutkan kata – kata nya
Farid sudah memeluk mesra sambil mencium bibirnyapenuh perasaan “ tenang Rin..
maafkan aku. Wanita ini namanya olivia, ia adalah adikku sekalian sekertarisku
“ jelas Farid “ iya mbak..aku adalah adik mas Farid dari istri kedua ayah mas
Farid ya ayah ku juga “ kata olivia menjelaskan.
“ tapi..” “ udah ini semua memang sudah ku rencanakan tiga
bulan yang lalu pasca banjir bandang. Aku diam – diam bekerja sama dengan
adikku. Baik kerjasama bisnis maupun kerjasama merayakan ulang tahunmu tanggal
12 april. Dan ini semua adalah karyawanku “ sambil menunjuk segerombolan orang
tadi “ selamat ulang tahun mbak Rini “ kata karyawan Farid bersamaan. Rini pun
memeluk mesra suaminya. “ sayang..aku pingin nunjukin sesuatu sama kamu “ bisik
Farid di telinga Rini “ apa mas..? “ “ ikut aja ..” dan Farid pun membawa Rini
kesebuah ruangan dengan daun pintu has kamar anak – anak di rumahnya sekaligus
istananya. “ apa ini mas..kok banyak mainan bayi..? Riri kan udah gak ada..? “
tanya Rini penasaran. “ yang gak ada kan Riri..? kita buat aja Riri kedua lagi
“ mencium Rini penuh kasih “ maksud mas..? ”ya kita buat bayi lagi..” sambil
membopong Rini ke mahligai cinta mereka.
SELESAI
No comments:
Post a Comment