Dahulu kala di tengah-tengah hutan yang sangat lebat di atas bukit terdapat
sebuah desa yang di huni oleh beraneka ragam macam serangga. Mereka hidup
tentram, rukun dan damai. Ada keluarga Kupu-kupu yang tinggal di atas
pepohonan, Pak Kumbang dan keluarganya yang tinggal didalam sarang yang
tergantung di dahan pohon besar. Kakek Cacing yang selalu membuat rumah di
lubang tanah. Sekelompok Semut hitam dan Semut merah yang sarangnya saling
berdekatan, Bapak Laba-laba yang mempunyai rumah jaring Laba-laba besar, serta
Ibu Kecoa yang menempati sepatu bot bekas milik manusia untuk di jadikan
sebagai rumahnya.
Hampir setiap malam mereka berkumpul bersama, berpesta, menari, dan
bergembira serta saling berbagi makanan kecuali seekor belalang yang selalu
saja hidup menyendiri. Ia hanya memandang keramaian dari depan rumahnya saja. Tingkah
Belalang itu sangat aneh, ia malu karena ia telah kehilangan sebuah kakinya.
Kakek Cacing pernah bercerita, Paman Belalang setahun yang lalu telah
kehilangan kakinya akibat ia berkelahi dengan seekor burung yang hendak
memangsanya. Sehari-hari Paman Belalang hanya duduk termenung meratapi kakinya
yang hilang, atau ia pergi entah kemana. Paman Belalang merasa sudah tidak
berguna lagi karena telah kehilangan kakinya yang sangat berharga.
Lodi si anak Semut Merah dan Roro si anak Semut Hitam sangat prihatin
melihat hidup Paman Belalang sekarang. Suatu hari ketika Lodi dan Roro sedang
berjalan-jalan di tepi sungai, tiba-tiba mereka melihat Paman Belalang sedang
asyik membuat sebuah perahu kecil yang terbuat dari ranting pohon dan dedaunan
kering.
“Wahhhh… perahu buatan paman bagus sekali Puji Roro”.
Paman Belalang tersenyum, lalu tiba-tiba ia mengajak Lodi dan Roro naik kedalam perahu miliknya. Lodi dan Roro saling bertatapan, mereka tidak menyangka ternyata Paman Belalang sangat baik dan ramah, Lody dan Roro pun bersedia ikut dengan Paman Belalang, mereka bertiga pun menjadi akrab. Paman Belalang mengeluarkan sebuah gitar tua lalu ia mulai bernyanyi sedangkan Lodi dan Roro menari-nari mengikuti irama gitar milik Paman Belalang.
Paman Belalang tersenyum, lalu tiba-tiba ia mengajak Lodi dan Roro naik kedalam perahu miliknya. Lodi dan Roro saling bertatapan, mereka tidak menyangka ternyata Paman Belalang sangat baik dan ramah, Lody dan Roro pun bersedia ikut dengan Paman Belalang, mereka bertiga pun menjadi akrab. Paman Belalang mengeluarkan sebuah gitar tua lalu ia mulai bernyanyi sedangkan Lodi dan Roro menari-nari mengikuti irama gitar milik Paman Belalang.
Perahu daun Paman Belalang berlayar di sepanjang aliran sungai, pemandangan
di sekitarnya sangat indah. Ketika perahu itu melawati sungai yang di tepinya
di penuhi oleh tanaman bunga, tiba-tiba Paman Belalang menghentikan laju
perahunya. Lalu ia menunjukan jarinya kearah dua ekor kodok yang sedang
bercakap-cakap.
“Kedua kodok itu sepertinya sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik bisik Paman”.
“Dari mana Paman bisa mengetahuinya? Tanya Lodi”.
“Kemarin Paman mendengar cerita dari seekor Lalat, katanya kita harus berhati-hati jika melihat dua ekor kodok hitam yang besar, Seminggu yang lalu kedua ekor Kodok hitam itu telah menghancurkan desa serangga yang berada di sebelah timur, mereka memangsa anak-anak semut dan telur-telur serangga jelas Paman”.
“Yaa ampun, jahat sekali kodok-kodok itu bisik Roro ketakutan”.
“Kedua kodok itu sepertinya sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik bisik Paman”.
“Dari mana Paman bisa mengetahuinya? Tanya Lodi”.
“Kemarin Paman mendengar cerita dari seekor Lalat, katanya kita harus berhati-hati jika melihat dua ekor kodok hitam yang besar, Seminggu yang lalu kedua ekor Kodok hitam itu telah menghancurkan desa serangga yang berada di sebelah timur, mereka memangsa anak-anak semut dan telur-telur serangga jelas Paman”.
“Yaa ampun, jahat sekali kodok-kodok itu bisik Roro ketakutan”.
Paman Belalang, Lodi dan Roro diam-diam mendengarkan percakapan kedua kodok
itu dari dalam perahu mereka yang bersembunyi dibalik bunga teratai. Benar
saja, ternyata kedua Kodok itu mempunyai rencana jahat nanti malam. Mereka tahu
jika hampir setiap malam di desa serangga selalu mengadakan pesta. Kodok itu
pun berencana akan merusak pesta dan memangsa anak-anak serangga yang berada di
sana. Mendengar hal itu Paman Belalang cepet-cepat memutar balik arah perahu
miliknya, lantas mereka bertiga kembali ke desa.
“Ayo kita pulang dan memberitahukan rencana mereka pada para serangga yang lainnya jelas Paman”.
Perahu yang Paman kemudikan itu berlayar sangat cepat menuju desa. Setiba disana Paman Belalang segera menceritakan rencana jahat sang Kodok yang mereka dengar tadi.
“Ayo kita pulang dan memberitahukan rencana mereka pada para serangga yang lainnya jelas Paman”.
Perahu yang Paman kemudikan itu berlayar sangat cepat menuju desa. Setiba disana Paman Belalang segera menceritakan rencana jahat sang Kodok yang mereka dengar tadi.
“Benarkah… Cerita itu, Tanya Kakek Cacing yang dituakan oleh para serangga
di desa mereka”.
“Benar Kakek, kami berdua pun juga mendengar percakapan Kodok jahat itu jelas Lodi dan Roro”.
Paman Belalang kemudian memerintahkan jika malam ini tidak di adakan pesta dulu. Anak-anak dan telur mereka harus di jaga baik-baik di dalam sarang oleh induknya. Sedangkan para penjantan dewasa siap berjaga-jaga dan menyerang jika kedua kodok itu datang. Dan ternyata benar, ketika malam hari tiba, kedua ekor Kodok Hitam itu muncul di desa. Upsss… ternyata Kodok itu pun bingung karena desa serangga yang hampir setiap malam mengadakan pesta, tiba-tiba saja menjadi sunyi senyap.
“Benar Kakek, kami berdua pun juga mendengar percakapan Kodok jahat itu jelas Lodi dan Roro”.
Paman Belalang kemudian memerintahkan jika malam ini tidak di adakan pesta dulu. Anak-anak dan telur mereka harus di jaga baik-baik di dalam sarang oleh induknya. Sedangkan para penjantan dewasa siap berjaga-jaga dan menyerang jika kedua kodok itu datang. Dan ternyata benar, ketika malam hari tiba, kedua ekor Kodok Hitam itu muncul di desa. Upsss… ternyata Kodok itu pun bingung karena desa serangga yang hampir setiap malam mengadakan pesta, tiba-tiba saja menjadi sunyi senyap.
SEERANGGGGGG… Teriak Paman Belalang, dengan cepat Bapak Laba-laba
menjatuhkan jaring besarnya tepat di atas Kodok itu. Kedua Kodok itu
terperangkap oleh jaring Laba-laba, mereka pun tidak dapat bergerak. Para
penjantan Semut Merah dan Semut Hitam lalu mengelilingi serta menggigiti kedua
nya. Kodok-kodok itu teriak kesakitan, lalu akhirnya mereka menyerah dan
meminta maaf kepada para serangga. Kakek Cacing memerintahkan Bapak Laba-laba
untuk membuka jaring-jaringnya lalu ia menyuruh kedua Kodok itu pergi dari desa
serangga.
HOORREEEE… Teriak para serangga ketika melihat Kodok-kodok itu pergi,
sambil menari-nari mereka mengangkat tubuh Paman Belalang dan
melempar-lemparnya ke udara. Kakek Cacing mengucapkan terima kasih kepada Paman
Belalang yang sudah menyelamatkan desa milik mereka. Semenjak itu Paman
Belalang tidak menjadi pemurung lagi, ia sadar jika dirinya masih berguna
walaupun telah kehilangan kakinya. Setiap malam ia pun bergabung dengan para
serangga lainya untuk berpesta, Paman belalang selalu bermain gitar dan
bernyanyi riang. Para serangga pun sangat menyukainya, begitu juga dengan Lodi
dan Roro yang sekarang menjadi sahabat Paman dan mereka selalu ikut serta
berpetualang dengan Paman Belalang dan perahunya.
No comments:
Post a Comment