Perjuangan Cintaku
Pagi telah
menyapa, terlihat sang Ibu sedang menjahit kain. Ia duduk di samping rumah.
Lalu ia memanggil sang anak.
Emak : (menjahit
kain) “Nak sini... Emak mau bicara, ayo duduk. Nak kamu itu udah gede, udah
dewasa, udah saatnya kamu menikah.”
Shomad : “Mak, emak
nggak usah kuatir. Jodoh itu udah ada yang ngatur mak.”
Emak : “Iya, tapi
kalau jodoh nggak di cari apa bakalan datang nylonong sendiri gitu.”
Shomad : “Tenang aja
mak, Shomad udah punya calonnya kok...” (mengangkat alis)
Emak : “Siapa mad,
Emak udah nggak sabar, cepet kenalin sama Emak.”
Shomad : “Si Lala Mak.”
Emak : “Lala
siapa?”
Shomad : “Itu lho Mak,
anaknya Bang Umar juragan kambing.”
Emak : “Mad jangan
cari masalah sama keluarganya Umar, lebih baik kamu nikah sama kambingnya,
jangan sama anaknya.”
Shomad : “Mak, Emak kok
malah nyuruh kawin sama kambing, embeekkkk... Kenapa mak?”
Emak : “Lho, kamu
kan tahu sendiri, mereka itu keluarga kaya, sedangkan kita. Mak juga Cuma
penjahit kecil. Kamu, ngalor ngidul ndak tahu arah tujuan, pengangguran gitu.
Lagian apa si Lala itu mau punya suami kaya kamu.”
Shomad : “Ya, Shomad
akan cari kerja.”
Emak : “Ya, udah
sana.”
Shomad : “E iya... ni
mau berangkat. Assalamu’alaikum.”
Emak : “Mau kerja
apa, penampilan ketowot kaya gitu. Karepmu dewe lah Mad, Mak udah pegel.”
Bukannya mencari
kerjaan, Shomad malah menemui Lala. Kebetulan Lala ada di luar rumah jadi tidak
berurusan sama abahnya. (Lala menyapu depan rumah)
Shomad : “Neng, akang
dateng neng.”
Lala : “Eh kang
Shomad (melihat kanan kiri). Kang, nanti kalau Abah tahu akang di sini gimana?”
Shomad : “Ssstt...
do’ain akang, biar cepet dapet kerjaan dan cepet ngelamar eneng.”
Lala : “Iya...”
Bang Umar : “La... la...”
Lala : “Tu kan
Abah.”
Bang Umar : “Kamu lagi, kamu
lagi... Nggak kapok datang kemari. Oh... mau (mengambil sendal)
Shomad : “E... ya.
shomad bakalan pergi.” (lari)
Bang Umar : “La, kamu
masuk.”
Lala : “Iya Bah.”
(meletakkan sapu)
Kemudian Abah
menyusul, Umi telah ada sebelumnya. Mereka membicarakan sesuatu.
Umi : “Ada apa tho
Pak? Kok marah-marah aja. Nie di minum dulu.” (memberikan minuman)
Bang Umar : “Nie lho anakmu,
udah di bilangin jangan berhubungan sama Shomad, masih aja tu ketemuan.”
Umi : “Ya, biarin
aja, kan Lala udah dewasa.”
Lala : “Iya,
masak Lala masih aja di atur-atur.”
Bang Umar : “Ndak bisa, kamu
udah Abah jodohin sama anaknya Pak Rahmad.”
Lala : “Nggak
mau, Dia kan cupu, ingusan lagi. Amit-amit dech... Bah nie udah tahun 2013
bukan tahunnya Siti Nurbaya lagi yang pake acara jodoh-jodohan.”
Bang Umar : “Terus kamu mau
tu kawin sama Shomad yang gak jelas kerjaannya. Kamu mau dikasih makan aja
nanti. Batu...”
Umi : “Ya, kamu
nurut aja sama Abahmu nduk. Lagian kalau kamu nikah sama anaknya Pak Rahmad
hidup kamu terjamin. Dia juga sudah mapan. Nanti cinta itu akan tumbuh dengan
sendirinya. Dulu Abah sama Umi juga gitu kok.”
Lala : “Ah Umi
kok malah ikut-ikutan Abah. Pokoknya Lala gak mau di jodohin, titik.”
Lala langsung lari
ke dalam kamar. Ia ndak mau di jodohin. Akhirnya ia memutuskan kabur dari
rumah, Lala membawa beberapa baju.
Lala : “Lebih
baik Lala pergi aja dari sini, daripada harus di jodohin sama si ingusan itu,
ihhh...”
Pelan-pelan ia
mencoba keluar dari rumahnya itu, sampai akhirnya ia bertemu dengan Shomad.
Lala : “Kang...”
Shomad : “Lala, kok ada
di sini, terus tu buntelan buat apa?”
Lala : “Lala
kabur kang...”
Shomad : “Kok bisa.”
Lala : “Aku mau
di jodohin sama anaknya Pak Rahmad.”
Shomad : “Yang jelek
itu, masih mending nie tampangku yeach... Yang penting udah yang suka ya
nggak.”
Lala : “Hemmh...”
(memegang baju)
Shomad : “Terus nie
ceritanya gimana, kamu mau ke mana?”
Lala : “Nggak
tahu, ikut akang aja dech.”
Shomad dan Lala
menghilang beberapa hari. Orang tua mereka kebingungan untuk mencari.
Umi : “Bah nie
gimana, anak kita satu-satunya, masak kita biarkan begitu saja.”
Bang Umar : “Terus gimana,
aku udah cari ke mana-mana, udah biar dia ngerasain tu hidup rasanya gimana,
nanti juga ndak akan bertahan lama, Dia pasti pulang.”
Umi : “Iya, kalau
Lala masih hidup, lha kalau diculik orang atau ketabrak.”
Bang Umar : “Allach, kamu
itu terlalu manjain anakmu. Dia tu udah gede, udah biisa jaga dirinya.”
Waktu berjalan
sangat singkat, Shomad tidak mengetahui bahwa Ibunya sudah meninggal, hanya
karena cinta ia rela membangkang Ibunya. Mereka hidup dengan seadanya, makanpun
hanya cukup untuk yang dibutuhkan saja.
Shomad : “Apa ini ndak
ada makanan, ndak tahu apa perutku lapar.”
Lala : “Kang,
hari ini kan aku belum jualan.”
Shomad : “Ah lebih baik
aku keluar. Di rumah bikin pala pusing.”
Lala : “Lagian,
kamu ndak dapet-dapet tu kerjaan, bisanya cuma.”
Shomad : “Apa, kamu
bilang apa?”
Lala : “Ndak.”
(menata gorengan yang akan dijualnya)
Lala pergi menjual
gorengan.
Lala :
“Gorengan... gorengan, masih anget...”
Umi : “Eh kamu
sini, gorengannya 10 biji ya...”
Lala : “E ya
Bu...”
Umi : “Lala,
anakku... Kamu ke mana aja. Umi khawatir sama kamu.”
Lala : “Maafin
Lala Mi’, Lala udah kawin lari. Lala nggak mau nurutin apa kata Abah sama Umi’,
sekarang aku hidup menderita. Kang Shomad...”
Umi : “Ya udah,
sekarang kamu ikut Umi ya pulang ke rumah.”
Lala : “Tapi Kang
Shomad?”
Umi : “Kamu ndak
usah kuatir, Abah juga udah ngrestuin kalian kok. Sekarang kita pulang.”
Lala : “E...
iya.”
Setelah Shomad
mengetahui kalau ibunya meninggal, ia berusaha keras untuk bekerja. Ia menyadari
kesalahannya. Dan ia bicara baik-baik sama orang tua Lala.
(Umi dan Abah duduk di ruang tamu, kemudian Shomad datang)
Shomad : “Bah, tujuan
Shomad datang kemari ingin meminta maaf sama Abah Umi, dan kami meminta restu
dari kalian.”
Abah : “La... ni
suamimu datang.”
(Lala
keluar dari kamar)
Abah : “Kalian
berdua duduk... Abah sama Umi udah berfikir panjang. Kami merestui kalian,
Ridho Allah berdasarkan ridho orang tua. Besok kita resmikan pernikahan kalian.
Akhirnya, mereka
bersatu. Janganlah mengambil keputusan apabila orang tua tidak mengetahui.
No comments:
Post a Comment