IMPIAN
SEDERHANA
Di sebuah kota kecil di Jateng,
tinggallah seorang ibu dengan anak gadisnya di sebuah rumah yang sederhana.
Rizki Yustia Amalia (Kiki), itu nama anak gadis yang kini sudah menginjak ABG.
Kiki baru kelas 2 SMA. Dia sudah tidak punya ayah, ayahnya meninggal karena
kecelakaan yang sangat tragis, ketika itu Kiki berusia 5 tahun. Sesudah itu dia
sering kesepian karena tidak punya saudara yang diajak main. Kehidupan mereka
sederhana, ibunya bekerja dengan membuka warung makan kecil-kecilan. Jika ada
waktu yang luang, kadang Kiki membuat kerajinan tangan dari barang bekas untuk
menambah penghasilan.
“Sudah Ki, kalau kamu capek tidur
dulu. Besok berangkat pagi kan??” kata Ibu Kiki, sewaktu Kiki membersihkan
warung ibunya yang mau tutup.
“Tidak
apa-apa Bu, Kiki belum capek. Masih pengen bantu Ibu, daripada tidak ada
kerjaan.”
“Ya
sudah, tapi kalau sudah lelah jangan dipaksakan ya... ibu tidak mau sekolahmu
terganggu,” kata Ibunya.
“Iya
Bu,” jawab Kiki.
Pagi harinya Kiki berangkat sekolah
dengan penuh semangat seperti biasanya. Kiki berangkat sekolah dengan temannya
bersama-sama.
“Eh
nanti katanya jamnya Bu Elsa kosong,” kata Nina, temannya Kiki.
“Yang
benar Nin? Kenapa kosong?”
“Kurang
tahu sih, kata ketua kelas sih gitu, nanti cuma di kasih tugas merangkum.”
“Hehe,
bagus dech. Sekelas pasti senang banget kalo Bu Elsa, guru yang paling galak
itu tidak mengajar.”
Waktu pulang sekolah, Kiki melihat
cewek seumuran dia. Cewek itu memakai jilbab, wajahnya nampak bercahaya dan
tidak membosankan untuk terus menerus dilihat. Kiki merasa kagum, wanita itu
seperti bidadari yang turun dari kayangan pikirnya. Dia suka melihat wanita
itu. Entah kenapa, tiba-tiba dia ingin memakai jilbab. Tapi dia segera bangun
dari lamunannya. Dia sadar, untuk membayar uang sekolah saja kadang bisa
kurang, apalagi membeli segala keperluan untuk berjilbab. Tapi Kiki tetap
bertekad keras untuk mewujudkan impiannya itu, dia ingin mencapainya dengan
usahanya sendiri. Dia tidak tega untuk meminta uang kepada Ibunya.
“Mungkin tidak ya aku bisa berjilbab
dengan usahaku sendiri,” kata Kiki dalam hati.
“Aku
harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa membeli jilbab tersebut. Harus!!!.”
Sejak
saat itu Kiki semakin rajin membantu Ibunya membuat kerajinan tangan, dan dia
juga melamar menjadi penyiar radio di stasiun radio di daerahnya. Setelah
mengalami beberapa proses, akhirnya Kiki diterima menjadi penyiar radio dan
membawakan acara pada malam hari, karena pagi, siang, dan sore dia harus
sekolah dan membantu Ibunya.
Dengan kerja kerasnya tersebut, Kiki
bisa mengumpulkan uanng sedikit demi sedikit. Meskipun sekolah sambil bekerja,
tapi nilainya tidak pernah jeblog karena Kiki anak yang cerdas.
Kadang dia teringat ayahnya. “Ayah
pasti senang kalau aku sudah berjilbab,” katanya dalam hati.
Setelah beberapa kali menabung dari
hasil kerjanya. Akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang yang lumayan banyak.
Tanpa berfikir panjang, dia langsung membeli apa yang dia butuhkan. Dia membeli
barang-barang kebutuhannya yang harganya terjangkau untuknya. Tidak terlalu
banyak dan seperlunya saja.
Pada hari itu, Kiki resmi berjilbab.
Waktu Ibunya pulang, dia menemui Ibunya untuk meminta pendapat sekaligus
memberi tahu Ibunya kalau dia akan berjilbab mulang sekarang. Itung-itung
sebagai kejutan untuk seorang wanita yang dia sayangi.
“Bu,
sekarang Kiki mau berjilbab, menurut Ibu bagaimana?”
“Alhamdulillah
Ibu senang sekali, jadi akhir-akhir ini kamu rajin bekerja agar bisa berjilbab?
Kenapa tidak bilang sama Ibu? Insya Allah Ibu akan membantu.”
“Tapi,
Kiki kan pingin buat kejutan Bu, hehe...” kata Kiki.
“Ayahmu
pasti bangga.”
Kemudian
senyum mereka mengembang.
Pagi hari telah tiba, matahari telah
keluar dari persembunyiannya. Cuaca pagi yang cerah menghiasi desa Kiki. Kiki
siap berangkat ke sekolah dengan memakai jilbab yang baru dibelinya. Di sekolah
semua tampak beda, semua murid memandangi Kiki. Dia sebagai pusat perhatian
diantara semua murid yang memakai seragam putih abu-abu itu. Memang ada yang
beda dengan Kiki, dia memakai jilbab berwarna putih hasil usahanya sendiri.
Saat istirahat tiba, anak laki-laki
di kelas Kiki berebut mengajak Kiki ke kantin sekolah yang berada di pojok.
“Kiki, makan ke kantin yuk...!! aku
teraktir deh,” ajak salah seorang anak laki-laki diantara 4 anak yang berdiri
mendekati Kiki.”
“Tidak, makasih saya masih kenyang.
Kiki mau ke perpustakaan saja,” jawab Kiki sopan.
Seketika itu Kiki langsung menuju ke
perpustakaan untuk menambah wawasan dan mengisi waktu yang luang. Saat
memilih-milih buku, Kiki bertabrakan dengan seorang laki-laki tampan di
dekatnya. Dia segera mengambil bukunya yang terjatuh.
“Maaf saya tidak sengaja,” kata
Kiki.
“Tidak, saya yang bersalah karena
saya yang berada di tengah jalan,” kata laki-laki itu sambil mengambilkan
bukunya Kiki.
Tangan
Kiki saling berpegangan dengan lelaki tersebut, lalu laki-laki itu melepaskan
tangannya dan meminta maaf lagi kepada Kiki. Lantas Kiki pergi meninggalkan
lelaki tersebut. Kiki pergi ke kelas, di kelasnya ia terbayang-bayang dengan
laki-laki yang dia tabrak pada saat berada di perpustakaan.
Kring...
kring... bel pulang telah berbunyi. Kiki pulang dengan berjalan kaki seperti
biasa. Saat melewati gerbang, Kiki melihat lelaki yang dia tabrak tadi.
Tiba-tiba lelaki itu menghampiri Kiki dengan motornya.
“Maaf
ya, soal di perpustakaan tadi,” kata laki-laki tersebut.
“Tidak
apa-apa, saya yang harus minta maaf karena saya yang tidak melihat jalan.”
“Kalau
boleh tahu namanya siapa??” tanyanya sambil mengulurkan tangan.
“Saya
Kiki,” jawab Kiki ramah.
“Saya
Alex. Nungguin siapa? Kalau boleh, mari saya antar pulang.”
“Tidak
usah, terima kasih saya sudah janji pulang sama teman-teman,” jawab Kiki.
“Oh
ya sudah, aku duluan ya...!”
“Ya,
silakan.”
Kiki
terkesima dengan lekaki tampan yang menawari dia untuk pulang bareng. Di rumah
dia terbayang dengan wajah Alex. Kiki tidak bisa tidur karena memikirkan
laki-laki tampan dan baik hati itu yang dia tabrak di perpustakaan tadi.
Hari
berganti pagi, semangat Kiki bangkit lagi. Menjalani hal-hal baru yang kita
jalani. Menjalani hidup dengan percaya diri. Bagaikan bulan yang menerangi
malam hari. Begitu pula semangat Kiki pada hari ini. kiki berangkat sekolah
pagi-pagi sekali, karena dia harus menitipkan kerajinannya terlebih dahulu.
Tapi di tengah jalan, ada mobil yang melaju sangat kencang. Hampir saja Kiki
tertabrak mobil tersebut. Untung saja dia segera menghindar, tapi kerajinannya
jatuh berceceran di jalan. Kiki sedih karena kerajinannya banyak yang rusak dan
tidak bisa dijual. Tidak lama kemudian, Alex datang dengan motor merah
kesayangannya dan menghampiri Kiki.
“Kiki,
kamu kenapa??” tanya Alex.
“Hampir
saja saya tadi ketabrak mobil, untung saja saya segera menghindar. Tapi
daganganku jatuh dan rusak, otomatis tidak bisa dijual.”
“Oh
sudahlah, yang penting kamu tidak apa-apa kan? Ayo berangkat bareng sama aku,
nanti kamu terlambat,” kata Alex menawarkan Kiki berangkat bareng.
“Aku
sih tidak apa-apa, tapi aku harus mengantarkan kerajinan ini ke toko kerajinan
di ujung jalan. Baiklah kalau begitu.”
Kemudian
Kiki berangkat sekolah di antar Alex dan sampai sekolah Kiki langsung masuk
kelas, dia sedih karena kerajinannya banyak yang rusak.
“Sudah
jangan difikirin, nanti kamu malah sakit,” kata Alex menghampiri Kiki.
“Iya,
tapi uang itu untuk membeli kebutuhan sehari-hari.”
“Oh
ya, kalau kamu mau teman aku ada lowongan kerja jaga warnet, kerjanya mulai
siang sampai sore. Itupun kalau kamu mau,” kata Alex menawarkan pada Kiki.
“Yang
bener? Kalau gitu aku mau,” jawab Kiki dengan semangat.”
“Ya,
nanti saya bicarakan ke temanku.”
“Makasih
ya, aku senang banget...”
“Iya
sama-sama.”
Sebenarnya
Alex sangat mengagumi Kiki, seringkali dia memperhatikan Kiki saat di
perpustakaan. Sepertinya Alex ada perasaan dengan Kiki. Alex sebenarnya ingin
mengungkapkan perasaannya kepada Kiki, tapi dia tidak mempunyai nyali untuk
mengatakan langsung di hadapan Kiki.
“Ki,
ada berita yang sangat menyenangkan buat kamu nih.”
“Berita
apa?”
“Kamu
diterima jaga warnet, nanti siang kamu sudah bisa kerja,” kata Alex di taman
sekolah saat istirahat.
“Yang
bener Lex? Makasih ya, kamu baik banget sama aku,” jawab Kiki gumun.
“Iya
sama-sama, kita kan teman, wajib bagi kita untuk saling membantu satu sama
lain. Kiki tidak sabar menunggu untuk pulang sekolah, dia ingin cepat-cepat
kerja agar dapat membantu meringankan beban Ibunya.
“Nanti
saya jemput ke rumah ya Ki, kebetulan aku juga mau ke warnet buat tugas IPA,”
kata Alex kepada Kiki.
“Boleh
asal tidak merepotkan kamu,” jawab Kiki lugu.
“Gak
kok, ok nanti pulang sekolah q jemput ke rumah.”
Sebenarnya
Alex sudah merencanakan sesuatu, karena dia ingin mengungkapkan perasaannya
kepada Kiki, dia mencintai Kiki begitu pula dengan Kiki. Sebenarnya Kiki juga
sudah mulai suka kepada Alex, tapi dia memendam perasaannya. Dia tahu bahwa
gadis miskin kayak dia tidak pantas mendapatkan laki-laki tampan dan kaya raya
seperti Alex.
Sesampainya
di warnet, Alex menjelaskan tugas Kiki sebagai penjaga warnet. Tapi Kiki
bingung, karena kata Alex warnet itu milik temannya, disitu cuma ada satu
penjaga yang kemudian pergi setelah Alex tiba. Di situ Alex mencoba untuk
mengungkapkan perasaannya kepada Kiki.
“Ki,
sebenarnya aku sudah lama mengagumiku. Aku suka sama kamu sejak pertama kita
bertemu di perpus, saat kamu menabrak aku, aku sudah tertarik dengan wajah
cantikmu yang berjilbab putih yang kamu pakai. Wajahmu tampak bercahaya dan
cantik bagai bidadari calon pengisi hatiku. Maukah kamu jadi kekasihku?”
Kiki
kaget dengan ucapan Alex. Dia tidak menyangka bahwa cowok setampan dan sekaya
Alex bisa suka dengan gadis miskin sepertinya. Walau sebenarnya Kiki juga ada
perasaan dengan Alex.
“Kamu
tidak salah Lex, cowok setampan dan sekaya kamu suka dengan gadis miskin
sepertiku??” tanya Kiki dengan spontan.
“Tidak,
aku tidak salah memilih. Kamu anak yang sopan, baik, dan suka membantu orang
tua. Apakah kamu mau jadi kekasihku??” tanya Alex penasaran dengan jawaban
Kiki.
“Sebelumnya
saya minta maaf Lex, saya tidak bisa... menolakmu!!!” jawab Kiki tergagap.
Sejak
saat itu Kiki resmi menjadi kekasih Alex. Setiap hari Kiki dijemput dan
diantarkan oleh sang kekasihnya ke sekolah. Dia tidak perlu jalan kaki lagi
untuk pergi ke sekolah.
No comments:
Post a Comment