Saturday, December 7, 2013

IMPIAN SEDERHANA



IMPIAN SEDERHANA

            Di sebuah kota kecil di Jateng, tinggallah seorang ibu dengan anak gadisnya di sebuah rumah yang sederhana. Rizki Yustia Amalia (Kiki), itu nama anak gadis yang kini sudah menginjak ABG. Kiki baru kelas 2 SMA. Dia sudah tidak punya ayah, ayahnya meninggal karena kecelakaan yang sangat tragis, ketika itu Kiki berusia 5 tahun. Sesudah itu dia sering kesepian karena tidak punya saudara yang diajak main. Kehidupan mereka sederhana, ibunya bekerja dengan membuka warung makan kecil-kecilan. Jika ada waktu yang luang, kadang Kiki membuat kerajinan tangan dari barang bekas untuk menambah penghasilan.
            “Sudah Ki, kalau kamu capek tidur dulu. Besok berangkat pagi kan??” kata Ibu Kiki, sewaktu Kiki membersihkan warung ibunya yang mau tutup.
“Tidak apa-apa Bu, Kiki belum capek. Masih pengen bantu Ibu, daripada tidak ada kerjaan.”
“Ya sudah, tapi kalau sudah lelah jangan dipaksakan ya... ibu tidak mau sekolahmu terganggu,” kata Ibunya.
“Iya Bu,” jawab Kiki.
            Pagi harinya Kiki berangkat sekolah dengan penuh semangat seperti biasanya. Kiki berangkat sekolah dengan temannya bersama-sama.
“Eh nanti katanya jamnya Bu Elsa kosong,” kata Nina, temannya Kiki.
“Yang benar Nin? Kenapa kosong?”
“Kurang tahu sih, kata ketua kelas sih gitu, nanti cuma di kasih tugas merangkum.”
“Hehe, bagus dech. Sekelas pasti senang banget kalo Bu Elsa, guru yang paling galak itu tidak mengajar.”
            Waktu pulang sekolah, Kiki melihat cewek seumuran dia. Cewek itu memakai jilbab, wajahnya nampak bercahaya dan tidak membosankan untuk terus menerus dilihat. Kiki merasa kagum, wanita itu seperti bidadari yang turun dari kayangan pikirnya. Dia suka melihat wanita itu. Entah kenapa, tiba-tiba dia ingin memakai jilbab. Tapi dia segera bangun dari lamunannya. Dia sadar, untuk membayar uang sekolah saja kadang bisa kurang, apalagi membeli segala keperluan untuk berjilbab. Tapi Kiki tetap bertekad keras untuk mewujudkan impiannya itu, dia ingin mencapainya dengan usahanya sendiri. Dia tidak tega untuk meminta uang kepada Ibunya.
            “Mungkin tidak ya aku bisa berjilbab dengan usahaku sendiri,” kata Kiki dalam hati.
“Aku harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa membeli jilbab tersebut. Harus!!!.”
Sejak saat itu Kiki semakin rajin membantu Ibunya membuat kerajinan tangan, dan dia juga melamar menjadi penyiar radio di stasiun radio di daerahnya. Setelah mengalami beberapa proses, akhirnya Kiki diterima menjadi penyiar radio dan membawakan acara pada malam hari, karena pagi, siang, dan sore dia harus sekolah dan membantu Ibunya.
            Dengan kerja kerasnya tersebut, Kiki bisa mengumpulkan uanng sedikit demi sedikit. Meskipun sekolah sambil bekerja, tapi nilainya tidak pernah jeblog karena Kiki anak yang cerdas.
            Kadang dia teringat ayahnya. “Ayah pasti senang kalau aku sudah berjilbab,” katanya dalam hati.
            Setelah beberapa kali menabung dari hasil kerjanya. Akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang yang lumayan banyak. Tanpa berfikir panjang, dia langsung membeli apa yang dia butuhkan. Dia membeli barang-barang kebutuhannya yang harganya terjangkau untuknya. Tidak terlalu banyak dan seperlunya saja.
            Pada hari itu, Kiki resmi berjilbab. Waktu Ibunya pulang, dia menemui Ibunya untuk meminta pendapat sekaligus memberi tahu Ibunya kalau dia akan berjilbab mulang sekarang. Itung-itung sebagai kejutan untuk seorang wanita yang dia sayangi.
“Bu, sekarang Kiki mau berjilbab, menurut Ibu bagaimana?”
“Alhamdulillah Ibu senang sekali, jadi akhir-akhir ini kamu rajin bekerja agar bisa berjilbab? Kenapa tidak bilang sama Ibu? Insya Allah Ibu akan membantu.”
“Tapi, Kiki kan pingin buat kejutan Bu, hehe...” kata Kiki.
“Ayahmu pasti bangga.”
Kemudian senyum mereka mengembang.
            Pagi hari telah tiba, matahari telah keluar dari persembunyiannya. Cuaca pagi yang cerah menghiasi desa Kiki. Kiki siap berangkat ke sekolah dengan memakai jilbab yang baru dibelinya. Di sekolah semua tampak beda, semua murid memandangi Kiki. Dia sebagai pusat perhatian diantara semua murid yang memakai seragam putih abu-abu itu. Memang ada yang beda dengan Kiki, dia memakai jilbab berwarna putih hasil usahanya sendiri.
            Saat istirahat tiba, anak laki-laki di kelas Kiki berebut mengajak Kiki ke kantin sekolah yang berada di pojok.
            “Kiki, makan ke kantin yuk...!! aku teraktir deh,” ajak salah seorang anak laki-laki diantara 4 anak yang berdiri mendekati Kiki.”
            “Tidak, makasih saya masih kenyang. Kiki mau ke perpustakaan saja,” jawab Kiki sopan.
            Seketika itu Kiki langsung menuju ke perpustakaan untuk menambah wawasan dan mengisi waktu yang luang. Saat memilih-milih buku, Kiki bertabrakan dengan seorang laki-laki tampan di dekatnya. Dia segera mengambil bukunya yang terjatuh.
            “Maaf saya tidak sengaja,” kata Kiki.
            “Tidak, saya yang bersalah karena saya yang berada di tengah jalan,” kata laki-laki itu sambil mengambilkan bukunya Kiki.
Tangan Kiki saling berpegangan dengan lelaki tersebut, lalu laki-laki itu melepaskan tangannya dan meminta maaf lagi kepada Kiki. Lantas Kiki pergi meninggalkan lelaki tersebut. Kiki pergi ke kelas, di kelasnya ia terbayang-bayang dengan laki-laki yang dia tabrak pada saat berada di perpustakaan.
Kring... kring... bel pulang telah berbunyi. Kiki pulang dengan berjalan kaki seperti biasa. Saat melewati gerbang, Kiki melihat lelaki yang dia tabrak tadi. Tiba-tiba lelaki itu menghampiri Kiki dengan motornya.
“Maaf ya, soal di perpustakaan tadi,” kata laki-laki tersebut.
“Tidak apa-apa, saya yang harus minta maaf karena saya yang tidak melihat jalan.”
“Kalau boleh tahu namanya siapa??” tanyanya sambil mengulurkan tangan.
“Saya Kiki,” jawab Kiki ramah.
“Saya Alex. Nungguin siapa? Kalau boleh, mari saya antar pulang.”
“Tidak usah, terima kasih saya sudah janji pulang sama teman-teman,” jawab Kiki.
“Oh ya sudah, aku duluan ya...!”
“Ya, silakan.”
Kiki terkesima dengan lekaki tampan yang menawari dia untuk pulang bareng. Di rumah dia terbayang dengan wajah Alex. Kiki tidak bisa tidur karena memikirkan laki-laki tampan dan baik hati itu yang dia tabrak di perpustakaan tadi.
Hari berganti pagi, semangat Kiki bangkit lagi. Menjalani hal-hal baru yang kita jalani. Menjalani hidup dengan percaya diri. Bagaikan bulan yang menerangi malam hari. Begitu pula semangat Kiki pada hari ini. kiki berangkat sekolah pagi-pagi sekali, karena dia harus menitipkan kerajinannya terlebih dahulu. Tapi di tengah jalan, ada mobil yang melaju sangat kencang. Hampir saja Kiki tertabrak mobil tersebut. Untung saja dia segera menghindar, tapi kerajinannya jatuh berceceran di jalan. Kiki sedih karena kerajinannya banyak yang rusak dan tidak bisa dijual. Tidak lama kemudian, Alex datang dengan motor merah kesayangannya dan menghampiri Kiki.
“Kiki, kamu kenapa??” tanya Alex.
“Hampir saja saya tadi ketabrak mobil, untung saja saya segera menghindar. Tapi daganganku jatuh dan rusak, otomatis tidak bisa dijual.”
“Oh sudahlah, yang penting kamu tidak apa-apa kan? Ayo berangkat bareng sama aku, nanti kamu terlambat,” kata Alex menawarkan Kiki berangkat bareng.
“Aku sih tidak apa-apa, tapi aku harus mengantarkan kerajinan ini ke toko kerajinan di ujung jalan. Baiklah kalau begitu.”
Kemudian Kiki berangkat sekolah di antar Alex dan sampai sekolah Kiki langsung masuk kelas, dia sedih karena kerajinannya banyak yang rusak.
“Sudah jangan difikirin, nanti kamu malah sakit,” kata Alex menghampiri Kiki.
“Iya, tapi uang itu untuk membeli kebutuhan sehari-hari.”
“Oh ya, kalau kamu mau teman aku ada lowongan kerja jaga warnet, kerjanya mulai siang sampai sore. Itupun kalau kamu mau,” kata Alex menawarkan pada Kiki.
“Yang bener? Kalau gitu aku mau,” jawab Kiki dengan semangat.”
“Ya, nanti saya bicarakan ke temanku.”
“Makasih ya, aku senang banget...”
“Iya sama-sama.”
Sebenarnya Alex sangat mengagumi Kiki, seringkali dia memperhatikan Kiki saat di perpustakaan. Sepertinya Alex ada perasaan dengan Kiki. Alex sebenarnya ingin mengungkapkan perasaannya kepada Kiki, tapi dia tidak mempunyai nyali untuk mengatakan langsung di hadapan Kiki.
“Ki, ada berita yang sangat menyenangkan buat kamu nih.”
“Berita apa?”
“Kamu diterima jaga warnet, nanti siang kamu sudah bisa kerja,” kata Alex di taman sekolah saat istirahat.
“Yang bener Lex? Makasih ya, kamu baik banget sama aku,” jawab Kiki gumun.
“Iya sama-sama, kita kan teman, wajib bagi kita untuk saling membantu satu sama lain. Kiki tidak sabar menunggu untuk pulang sekolah, dia ingin cepat-cepat kerja agar dapat membantu meringankan beban Ibunya.
“Nanti saya jemput ke rumah ya Ki, kebetulan aku juga mau ke warnet buat tugas IPA,” kata Alex kepada Kiki.
“Boleh asal tidak merepotkan kamu,” jawab Kiki lugu.
“Gak kok, ok nanti pulang sekolah q jemput ke rumah.”
Sebenarnya Alex sudah merencanakan sesuatu, karena dia ingin mengungkapkan perasaannya kepada Kiki, dia mencintai Kiki begitu pula dengan Kiki. Sebenarnya Kiki juga sudah mulai suka kepada Alex, tapi dia memendam perasaannya. Dia tahu bahwa gadis miskin kayak dia tidak pantas mendapatkan laki-laki tampan dan kaya raya seperti Alex.
Sesampainya di warnet, Alex menjelaskan tugas Kiki sebagai penjaga warnet. Tapi Kiki bingung, karena kata Alex warnet itu milik temannya, disitu cuma ada satu penjaga yang kemudian pergi setelah Alex tiba. Di situ Alex mencoba untuk mengungkapkan perasaannya kepada Kiki.
“Ki, sebenarnya aku sudah lama mengagumiku. Aku suka sama kamu sejak pertama kita bertemu di perpus, saat kamu menabrak aku, aku sudah tertarik dengan wajah cantikmu yang berjilbab putih yang kamu pakai. Wajahmu tampak bercahaya dan cantik bagai bidadari calon pengisi hatiku. Maukah kamu jadi kekasihku?”
Kiki kaget dengan ucapan Alex. Dia tidak menyangka bahwa cowok setampan dan sekaya Alex bisa suka dengan gadis miskin sepertinya. Walau sebenarnya Kiki juga ada perasaan dengan Alex.
“Kamu tidak salah Lex, cowok setampan dan sekaya kamu suka dengan gadis miskin sepertiku??” tanya Kiki dengan spontan.
“Tidak, aku tidak salah memilih. Kamu anak yang sopan, baik, dan suka membantu orang tua. Apakah kamu mau jadi kekasihku??” tanya Alex penasaran dengan jawaban Kiki.
“Sebelumnya saya minta maaf Lex, saya tidak bisa... menolakmu!!!” jawab Kiki tergagap.
Sejak saat itu Kiki resmi menjadi kekasih Alex. Setiap hari Kiki dijemput dan diantarkan oleh sang kekasihnya ke sekolah. Dia tidak perlu jalan kaki lagi untuk pergi ke sekolah.

No comments:

Post a Comment