BINTANG BERSINAR DIBULAN
“Laaaaaaaaan!
Gue dapet formulir panitia mahasiswa baru nih!”, teriak Kenari sambil berlari
ke arahku yang sedang sibuk didepan barang berhargaku; laptop.
“Aih…kenapa
sih lu demen banget buat jantung gue copot!”, kataku kesal.
“Yaaa, maaf
hehehe, yaaaah Nona Bulan begitu aja kok ngambek sih, sensi amat? hihi”, goda
Kenari sambil mencolek daguku.
“Udah tahu
gue lagi serius dan sibuk begini huh”, kataku dengan ekspreksi wajah ditekuk.
“Hahahaha,
mau ga nih formulirnya?”, goda Kenari sambil melayang-layangkan di udara kertas
formulirnya.
Aku melirik
dan hendak mengambil kertas formulir dari tangan Kenari lantas Kenari
menahannya seraya berkata “Etssss, main ambil aja, senyum dulu dong!” goda
Kenari lagi.
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Memang dari dulu aku tidak pernah bisa berlama-lama marah dengan Kenari, karena Ken sahabatku itu selalu mempunyai taktik untuk membuatku tersenyum.
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Memang dari dulu aku tidak pernah bisa berlama-lama marah dengan Kenari, karena Ken sahabatku itu selalu mempunyai taktik untuk membuatku tersenyum.
Malam sudah
larut, namun aku masih saja berkutat dengan diktat kuliahku karena esok hari
aku harus bergelut dengan soal-soal Ekonomi Umum. Kurasa cukup belajar untuk
malam ini, sekarang waktunya mempersiapkan syarat-syarat apa saja yang harus
dipersiapkan untuk melamar menjadi panitia mahasiswa dikampus, pikirku.
Waktu
menunjukkan pukul 22.30. Kantukpun menyerangku, segera aku bergegas pergi ke
tempat tidur, karena akupun sudah merasa lelah.
Siang hari
dikampus.
“Ken, gue
udah lengkap nih semua persyaratannya, lo gimana?” tanyaku antusias.
“Sopasti
udah juga dong hehehe,” jawab Ken sambil cengar-cengir.
“Oke bagus
deh kalau gitu, wawancaranya malam ini kan? Lo ambil divisi apa Ken?” tanyaku
lagi.
“Iya neng
malam ini. Gue divisi acara sama PJPK, elo?” tanya Ken
(FYI aja, divisi PJPK itu singkatan dari Penanggung Jawab Program Keahlian ya semacam mentor untuk mahasiswa baru)
(FYI aja, divisi PJPK itu singkatan dari Penanggung Jawab Program Keahlian ya semacam mentor untuk mahasiswa baru)
“Ya ampun
kita sehati banget Ken, padahal kan kita ga janjian dulu semalam, so sweet
hahaha” kataku tertawa.
“Hahaha,
lupa ya kan kita punya telepati,” kata Ken tertawa.
Aku dan Ken sudah berkawan sejak lama sehingga terkadang hal-hal tidak terduga bisa terjadi secara bersamaan hihi.
Aku dan Ken sudah berkawan sejak lama sehingga terkadang hal-hal tidak terduga bisa terjadi secara bersamaan hihi.
Malam hari
saat test wawancara aku dan Ken hampir saja datang terlambat, untungnya dewi
fortuna sedang berpihak pada kami hihi. Aku dan Ken segera menuju lantai dua
kampus dan melakukan registrasi. Kami memasuki ruang tunggu dan mencari tempat
duduk yang nyaman. Hm..banyak juga yang daftar ingin jadi panitia, pikirku.
Lama
menunggu akhirnya Ken dipanggil untuk masuk ke ruangan divisi acara, semakin
bergetar saja tubuhku, gugup dan panik menggelayuti jiwaku.
“Lan! Gue
masuk duluan ya, doain gue” kata Ken mengejutkanku.
“Oh iya-ya
Ken, good luck yaaa!”,kataku gugup.
“Heh, kenapa
lo? Hahahaa kok panik gitu kan belum dipanggil”, ledek Kenari.
“Ah diem lu,
gue deg-degan nih, udah buruan sana masuk, malah diem disini, hush hush”,
usirku.
“Hahahaha
iyaaaa nona manis”, Ken tertawa dan berjalan menuju sumber suara yang
memanggilnya.
Kini, tinggal aku sendiri berdiam diri dengan segala kegundahan yang kumiliki. Kuakui, aku memang seorang yang tidak pernah percaya diri dalam situasi apapun, meski aku sudah menjadi mahasiswa, aku tetap saja merasa kesulitan untuk menjadi seorang yang percaya diri. Sehingga kuputuskan untuk selalu aktif di kampusku untuk membangun kepercayaan diriku. Tak hentinya aku menarik nafas untuk mengusir kegelisahan dan kegugupan dalam diri ini.
“Ratu Bulan Purnama”, panggil salah seorang panitia.
Kini, tinggal aku sendiri berdiam diri dengan segala kegundahan yang kumiliki. Kuakui, aku memang seorang yang tidak pernah percaya diri dalam situasi apapun, meski aku sudah menjadi mahasiswa, aku tetap saja merasa kesulitan untuk menjadi seorang yang percaya diri. Sehingga kuputuskan untuk selalu aktif di kampusku untuk membangun kepercayaan diriku. Tak hentinya aku menarik nafas untuk mengusir kegelisahan dan kegugupan dalam diri ini.
“Ratu Bulan Purnama”, panggil salah seorang panitia.
Ah…Tuhan…..dia
memanggil namaku, apa yang harus aku lakukan di dalam sana. Tolong Bulan Tuhan…
“Ratu Bulan
Purnama”, sekali lagi panitia itu melayangkan suaranya ke udara memanggil
namaku.
“Oh, iya,
iya, saya Ratu Bulan Purnama”, kataku setengah berlari.
“Oke Bulan,
sudah siap? Silahkan masuk ke pintu disebelah kanan saya”, kata panitia itu
sambil tersenyum.
“Oke, insya
Allah saya siap, terima kasih”, jawabku membalas senyumannya.
Ku atur
kembali irama nafasku, seraya berdoa didalam hati. Dengan mengucapkan bismillah
dengan
mantap aku mengetuk pintu itu.
“Ya,
silahkan masuk”, sapa seorang laki-laki.
“Terimakasih”,
jawabku sambil tersenyum.
Di ruangan itu
terdapat dua meja pewawancara yang kosong, yang satu ditempati seorang pria dan
yang satu lagi ditempati seorang wanita berjilbab. Lantas aku otomatis memilih
mendatangi meja pewawancara berjilbab karena akan semakin guguplah diri ini
jika menghadapi lawan bicara seorang pria tidak dikenal hoho.
“Hai Ratu
Bulan Purnama, silahkan duduk” sapa wanita itu dengan senyuman yang tersungging
dibibirnya.
“Ya,
terimakasih” kataku singkat tak lupa membalas senyumannya.
“Well,
disini saya akan mewawancarai anda untuk divisi PJPK, nama saya Anisa panggil
saja Ica, silahkan perkenalkan dirimu” perintah Ica.
“Oke, nama
saya Ratu Bulan Purnama, nama panggilan saya Bulan, saya dari PK Akuntansi 49”,
jawabku.
Lima menit
berlalu setelah perkenalan itu, rasanya waktu berjalan sangat lambat sekali,
aku masih saja belum bisa menguasai diriku untuk percaya diri. Ada apa dengan
diriku ini. Setelah pergelutan batin yang tak kunjung berakhir, finally Ica
menutup wawancara dan mengucapkan terimakasih.
Aku mengusap
peluh didahiku dan segera menuju pintu keluar ruangan tersebut. Ada rasa lega
menyelimutiku ketika aku sudah berada di ruang tunggu. Ku lemaskan otot-otot
badan ku agar lebih rileks. Ku rasa aku pesimis untuk menjadi anggota divisi
PJPK, ah masih ada divisi acara, aku harus berikan jawaban yang terbaik!
tekadku.
Baru lima
menit aku duduk me-rileks-kan diri sudah terdengar kembali namaku yang anggun
dan menawan dilayangkan jelas ke udara. Ah, tadi lima menit di dalam ruangan
saja rasanya seperti sudah satu abad, giliran duduk-duduk istirahat, lima menit
berasa satu detik huh.
Mau tidak mau aku segera beranjak dari tempat dudukku menghampiri sumber suara. Kali ini tidak sampai dua kali loh aku dipanggil baru menghampiri, cukup satu kali saja hehehe. Kepercayaan diriku meningkat karena aku sudah bertekad memberikan yang terbaik untuk kesempatan kedua ini.
Mau tidak mau aku segera beranjak dari tempat dudukku menghampiri sumber suara. Kali ini tidak sampai dua kali loh aku dipanggil baru menghampiri, cukup satu kali saja hehehe. Kepercayaan diriku meningkat karena aku sudah bertekad memberikan yang terbaik untuk kesempatan kedua ini.
Ketika sudah
sampai di ruangan divisi acara, nyaliku tiba-tiba menciut. Alamaaaak….ini mau
test wawancara apa berkelahi, keroyokan bener yang mau mewawancaraiku, gumamku
dalam hati. Semangat percaya diri yang sudah kubangun selama lima menit tadi
mulai berkurang kadarnya. Aku melihat tiga orang manusia yang akan
mewawancaraiku. Dua orang pria dan satu orang wanita. Aku kembali mengatur
irama nafasku agar tidak terlihat gugup.
“Selamat malam, boleh saya duduk?”tanyaku mencoba memberanikan diri mengawali pembicaraan kami malam itu.
“Selamat malam, boleh saya duduk?”tanyaku mencoba memberanikan diri mengawali pembicaraan kami malam itu.
“Oh ya,
tentu saja silahkan duduk”, jawab seorang wanita berjilbab.
“Terimakasih”
kataku sambil tersenyum manis.
Akhirnya mereka
mulai memperkenalkan satu persatu. Mereka adalah Gita, Hanif, dan Bintang.
Oalaaah pria mungil berwajah manis, berhidung mancung, dan bibirnya yang merah
menggoda itu bernama kak Bintang toh. Ada Bulan dan Bintang dong disini hihihi.
Dan mataku yang liar ini mulai memperhatikan gerak-gerik tubuh kak Bintang.
Sungguh pria itu sangat menarik perhatianku. Dan aku mulai memperkenalkan
diriku.
“Nama saya
Ratu Bulan Purnama, saya biasa dipanggil Bulan”….
“Hah?
Bulan?”, kak Bintang memotong pembicaraanku.
“Iya kak,
nama saya Bulan, ada apa kak?” tanyaku kebingungan.
“Wah kita
diterangi Bulan dan Bintang git disini hehehehe” goda Hanif. Gita hanya
tersenyum kecil.
“Eh maaf,
maaf, ga ada apa-apa, silahkan dilanjutkan Bu-lan” jawab kak Bintang salah
tingkah.
Aneh pikirku, dia seperti menekankan kata Bulan ketika berbicara, ada apa? Naluri stalkerku menguasai pikiranku. Aku sih senang saja dia memotong pembicaraanku, jadinya kan bisa berbicara dan saling menatap hihi, apalagi aku dan kak Bintang digoda seperti itu oleh Hanif, ah senangnya, pikirku.
Aneh pikirku, dia seperti menekankan kata Bulan ketika berbicara, ada apa? Naluri stalkerku menguasai pikiranku. Aku sih senang saja dia memotong pembicaraanku, jadinya kan bisa berbicara dan saling menatap hihi, apalagi aku dan kak Bintang digoda seperti itu oleh Hanif, ah senangnya, pikirku.
Kembali ku
fokuskan diri dan melanjutkan perkenalanku yang tertunda. Gitapun mulai
melontarkan beberapa pertanyaan dan aku menjawab dengan penuh percaya diri.
“Kak
Bintang, ada pertanyaan tambahan?”, tanya Gita
“Oh iya Git,
ada,” jawab kak Bintang.
Well Bulan,
ada satu pertanyaan dan kamu harus mempersiapkan beberapa jawaban, ok?” kata
kak Bintang kepadaku sambil tersenyum.
Tuhan…Senyumannya….Aku
menatapnya lekat dan melempar senyuman sembari menganggukan kepala.
“Oke, dalam
suatu acara pernikahan kamu mempunyai 5 anak buah, yang pertama orangnya banyak
bicara dan bekerja, kedua banyak bicara, ketiga banyak bekerja, keempat suka
mengatur, dan terakhir pendiam. Bulan mau menempatkan ke lima anak buah itu
untuk menjadi apa?” tanya kak Bintang.
Aku baru
menjawab empat dari kelima tugas itu, entahlah aku tiba-tiba kehilangan ide
untuk satu jawaban terakhir, mungkin karena sedang terbawa suasana bunga-bunga
yang sedang bermekaran hehehe
“Em….untuk
yang banyak bicara ditempatin di…..em….ditempatin di…..dimana ya..em….”,
jawabku kebingungan seraya menatap mata kak Bintang.
Aku terlalu
lama menatap kak Bintang, sehingga yang ditatapnya kembali salah tingkah.
“Yak! Bulan, apa jawabannya”, kata kak Bintang membuyarkan lamunanku.
“Yak! Bulan, apa jawabannya”, kata kak Bintang membuyarkan lamunanku.
“Oh, iya kak
iya itu jadi MC acaranya aja hehehehe”, jawabku spontan.
“Oke Bulan
sangat bagus pemikirannya”, kata kak Bintang tersenyum.
“Terimakasih
kak”, kataku membalas senyumannya.
Dengan
berakhirnya pertanyaan yang dilontarkan kak Bintang kepadaku, berakhir pulalah
wawancara pada malam itu. Tuhan…terima kasih Engkau telah mempertemukanku
dengan makhluk terindah-Mu.
Sejak
pertemuanku dengan kak Bintang malam itu, kami seperti dua sejoli yang tak
pernah terpisahkan. Dimana ada kak Bintang, disitu ada Bulan, begitu
teman-teman mengejek kami. Oh ya, aku dan Ken sudah sah menjadi anggota divisi
acara, dan ternyata kak Bintang adalah koordinator dari divisi acara. Jadi ya
gimana aku dan kak Bintang ga pernah terpisahkan, wong setiap rapat divisi dan
rapat general kak Bintang selalu ikut hadir J
Aku bahagia ketika Tuhan mendengar dan menjawab apa yang menjadi harapanku. Bulan sayang Tuhan.
Aku bahagia ketika Tuhan mendengar dan menjawab apa yang menjadi harapanku. Bulan sayang Tuhan.
Kebersamaan
aku dengan kak Bintang yang sudah terjalin hampir satu bulan memang belum
diikat dengan suatu hubungan. Begini saja sudah lebih dari cukup membuatku
bahagia. Meski setelah kedekatan kami terjalin, aku mulai melupakan suatu hal yang
aku dapatkan pasca menjadi seorang stalker. Kak Bintang mempunyai masa lalu
dengan seorang wanita bernama Shilvia, mereka pernah menjalin hubungan selama
dua tahun namun berakhir karena jarak yang memisahkan mereka berdua, dan hal
yang membuatku sedih adalah Shilvi mempunyai panggilan kesayangan “Bulan” dari
kak Bintang. Hem pantas saja kak Bintang menekankan kata Bulan ketika pertama
kali mengetahui namaku. Ah tapi sudahlah itu kan hanya masa lalu kak Bintang.
Hingga tiba
saatnya dimana kebahagiaanku terenggut……
***
“Nih ya gue deket sama Bulan itu karena dia mengingatkan gue dengan masa lalu gue, seengganya gue bisa mengobati kerinduan untuk kembali ke masa lalu gue, meski itu ga mungkin banget”, suara seorang pria terdengar bergema.
“Nih ya gue deket sama Bulan itu karena dia mengingatkan gue dengan masa lalu gue, seengganya gue bisa mengobati kerinduan untuk kembali ke masa lalu gue, meski itu ga mungkin banget”, suara seorang pria terdengar bergema.
Sebuah suara
pria yang hampir setiap hari ku dengar di telepon dalam suatu ruangan sepi
terdengar sangat jelas di kedua telingaku; membunuhku secara perlahan. Hujan
turun dengan derasnya seolah mewakili perasaanku pada sore hari itu.
“Kak, lo
jahat banget, ya ga boleh gitulah, kasihan Bulan kak”, suara seorang wanita
menimpali.
“Iya gue memang egois iya, tapi ga bisa dipungkiri lagi hadirnya Bulan membantu gue mengobati kerinduan gue dengan dia Git, ya meskipun Bulan gue tahu dia anaknya baik dan menyenangkan. Gue nyaman dekat Bulan, tapi gue merasa Bulan itu dia Git”, kata pria itu.
“Iya gue memang egois iya, tapi ga bisa dipungkiri lagi hadirnya Bulan membantu gue mengobati kerinduan gue dengan dia Git, ya meskipun Bulan gue tahu dia anaknya baik dan menyenangkan. Gue nyaman dekat Bulan, tapi gue merasa Bulan itu dia Git”, kata pria itu.
Sebuah
pengakuan.
Dia? Dia
Shilvia? Oh jadi selama ini……..Tuhan..Air mata turun deras membanjiri kedua
pipiku.
“Aku bukan Shilvia kak, aku Bulan, Ra-tu Bu-lan Pur-na-ma. Aku dan Shilvia berbeda. Shilvia memang mempunyai panggilan kesayangan “Bulan” dari kak Bintang, sedangkan aku, nama asliku Bulan kak! Jadi jangan samakan kami hanya karena kami “Bulan”!,teriakku histeris.
Aku berlari, berlari melawan derasnya air yang turun membasahi bumi. Aku seorang gadis yang hidup dengan penuh pengharapan yang kadang harapan itu tidak pernah mendapatkan jawaban, namun aku selalu setia dengan penantianku akan sebuah harapan. Harapan yang kutaruh tinggi-tinggi pada kak Bintang runtuh seketika. Kudengar sayup-sayup suara pria itu memanggil namaku, pria yang telah membombardir hatiku; kak Bintang.
“Aku bukan Shilvia kak, aku Bulan, Ra-tu Bu-lan Pur-na-ma. Aku dan Shilvia berbeda. Shilvia memang mempunyai panggilan kesayangan “Bulan” dari kak Bintang, sedangkan aku, nama asliku Bulan kak! Jadi jangan samakan kami hanya karena kami “Bulan”!,teriakku histeris.
Aku berlari, berlari melawan derasnya air yang turun membasahi bumi. Aku seorang gadis yang hidup dengan penuh pengharapan yang kadang harapan itu tidak pernah mendapatkan jawaban, namun aku selalu setia dengan penantianku akan sebuah harapan. Harapan yang kutaruh tinggi-tinggi pada kak Bintang runtuh seketika. Kudengar sayup-sayup suara pria itu memanggil namaku, pria yang telah membombardir hatiku; kak Bintang.
Setelah
kejadian itu, aku enggan sekali bertemu dengan kak Bintang, aku menghindari
untuk berpa-pasan dengannya ketika bertemu dalam rapat. Meski sudah
berkali-kali kak Bintang mencegatku untuk meminta waktu berbicara denganku
namun aku selalu menolaknya dan dia tidak bisa berbuat apa-apa. Terkadang
ketika sedang rapat aku mulai mencuri-curi pandang kearah kak Bintang. Tak
kupungkiri aku sangat merindukan saat-saat bersama kak Bintang. Tapi apa boleh
buat hati ini terlanjur retak, hati ini terlanjur terbelah menjadi dua.
Dua bulan berlalu aku masih saja terbelenggu. Ku dengar kak Bintang akan pulang ke Palembang. Ah makin jauh saja aku dengannya. Aku sendiri seperti kehilangan arah. Sudah berpuluh-puluh status aku tulis di social media untuk kak Bintang, tapi tentu saja tidak menunjukkan itu untuknya. Bahkan yang disindirnya pun terlihat cuek, kak Bintang seperti sedang menikmati kebahagiaan bertemu keluarganya. Status yang kak Bintang buat dan share pun sudah tidak terlihat galau seperti saat perang dingin tempo dulu.
Dua bulan berlalu aku masih saja terbelenggu. Ku dengar kak Bintang akan pulang ke Palembang. Ah makin jauh saja aku dengannya. Aku sendiri seperti kehilangan arah. Sudah berpuluh-puluh status aku tulis di social media untuk kak Bintang, tapi tentu saja tidak menunjukkan itu untuknya. Bahkan yang disindirnya pun terlihat cuek, kak Bintang seperti sedang menikmati kebahagiaan bertemu keluarganya. Status yang kak Bintang buat dan share pun sudah tidak terlihat galau seperti saat perang dingin tempo dulu.
“On my way
to bandara soe-ta, bismillah”
Status
pertama kak Bintang yang menghiasi beranda facebook-ku. Ku buka halaman
twitterku dan menuliskan status untuk kak Bintang “Bcrful:’)”
“Lets take
off”
Tulisnya
lagi di akun facebook.
Tuhan semoga
kak Bintang selamat sampai tujuan. Jadwal antara take off dan landing satu jam.
Hatiku belum bisa tenang karena kak Bintang belum sampai di tempat tujuan;
Palembang. Aku putuskan untuk menunggunya. Mondar-mandir aku dibuatnya. Satu
jam kemudian aku kembali mengecek akun facebook-ku untuk memastikan kak Bintang
menuliskan status; landing. Tapi ternyata kak Bintang belum online. Kecemasanku
meningkat, kemana kak Bintang? Apakah sudah sampai? Berbagai pertanyaan
kecemasan muncul ke permukaan. Akupun mencurahkan isi kecemasanku pada akun
twitterku. Setengah jam kemudian ponselku berdering dari sebuah nomor baru, aku
mengangkatnya malas-malasan.
“Hallo,
Assalamualaikum siapa?”tanyaku pada si penelepon
“Hallo Bulan
waalaikumsalam, kak Bintang sudah sampai setengah jam yang lalu, ini sedang
dalam perjalanan menuju rumah kak Bintang, sebentar lagi sampai kok”, kata kak
Bintang.
“Kak
Bintang?”jawabku antusias, kakak baik-baik aja kan? Aku kuat…eh mmmh…emm..Oh
sudah sampai? Syukur deh”, jawabku ketus.
Hampir saja
aku terbawa suasana. Aku lupa kalau aku dan kak Bintang sedang perang. Harus
tetap ja-im dong ya hahaha. Sebenarnya dari dalam lubuk hatiku yang paling
dalam aku sudah memaafkan kak Bintang, sisi kedewasaan dan nuraniku melelehkan
rasa sakit hatiku. Mungkin karena dalamnya perasaan ku buat kak Bintang. :’)
Hahaha, iya
Bulan kakak baik-baik aja, Kuat? Kuat apa? Kok g dilanjutin sih? Kuatir
maksudnya? Ini kan udah kakak telfon kamu, jadi jangan kuatir lagi ya Ratu
Bulan Purnama hihi”, ledek kak Bintang.
“Ih GR
banget”, jawabku jutek.
Aku
tersenyum-senyum diseberang telepon. Tuhan..aku benar-benar merindukan pria
ini….
“Cieee,
Bulan masih marah aja nih sama kakak? Ga kangen apa sama kakak? Sudah dua bulan
loh kita perang es kaya gini, kak Bintang kangen kamu Lan, kangen banget.
Maafin kakak, kakak sekarang tahu kalau kakak emang ga bisa tanpa Bulan, kakak
butuh Bulan, kakak pingin kita kaya dulu lagi. Kak Bintang cuma butuh masa
depan, bukan masa lalu, dan masa depan kak Bintang itu ada di kamu Lan. Oke
kata-kata kakak emang terdengar gombal tapi itu jujur banget dari dalam hati
kakak. Kakak gamau kehilangan kamu. Kakak sayang kamu Lan….”, jelas kak
Bintang.
Aku
ternganga dibuatnya, diam tanpa kata. Tangan dan kakiku membeku. Rasanya
seperti mimpi…aaaa…
“Em..cuma
sayang doang nih?” tanyaku bercanda.
Aku mencoba mengontrol suaraku agar tidak terdengar bergetar, kan malu-maluin hihi.
Aku mencoba mengontrol suaraku agar tidak terdengar bergetar, kan malu-maluin hihi.
“I love you
Ratu Bulan Purnama”, kata kak Bintang.
Pipiku merah
merona. Untung saja kak Bintang tidak ada di depanku sekarang. Hihi.
“Emm…aku
juga”, jawabku malu-malu.
“Aku apa
coba?”, tanya kak Bintang.
“Yaaaa…itu
emmmh…i love you too kak”, jawabku.
“Hehehehe,
gitu aja susah banget kayaknya, jaga diri disana ya jangan lirik-lirik cowo
lain hihi”canda kak Bintang.
“Ih aku malu
kak hehe, iyaaa kakak juga awas loh. Ya udah istirahat gih, mandi, makan, terus
tidur. Miss you” kataku
“Siap
komandan! Laksanakan! Hehehe, miss you too Bulanku, Assalamualaikum”, tutup kak
Bintang.
Penantianku
berbuah manis. Penantian akan sebuah harapan yang sebelumnya tidak mungkin ku
dapatkan, terjawab sudah. Pria mungil berwajah manis, berhidung mancung, dan
bibirnya yang merah menggoda itu kini sedang bersama-sama denganku berjalan
menuju masa depan. Aku dan kak Bintang resmi menjadi sepasang kekasih. Kak
Bintang memberikan kejutan untukku saat acara mahasiswa baru berlangsung, ia
naik ke atas panggung dan menyanyikan sebuah lagu dan memberikan bunga mawar
kepadaku. Aku tersipu dibuatnya, ada saja tingkah laku pria mungil itu. Semoga
kelak ikatan kami ini terjaga sampai ke pintu pelaminan. Bahkan bintang pun
membutuhkan gelap agar bisa terlihat terang, dan bulan yang akan meneranginya
dikala gelap gulita. Aku mencintaimu Bintang Dwi Putra. Dari seorang gadis yang
akan memberikan sinarnya hingga ia tak mampu bersinar kembali.
No comments:
Post a Comment