Friday, December 6, 2013

BU ANI PENGEN HAJI



BU ANI PENGEN HAJI

Sang raja siang menunjukkan sinarnya yang menerobos ke dalam rumah yang nampaknya telah terjadi suatu perbincangan di antara keduanya.
Ibu Ani, “Mad, sini Mad cepet (menghitung uang).
Shomad, “(datang) ada apa Mak?
Ibu Ani, “Ini lho masak tabungan kita baru 10 juta Mad, kayaknya impian Mak ndak kesampaian.
Shomad, “Jangan gitu ah Mak, Mak berdo’a saja.
Ibu Ani, “Tiap hari juga udah do’a Mad. Udah kamu berangkat sana.
Shomad, (langsung pergi).
Ibu Ani, “Ati-ati Mad, jangan lupa bawa uang yang banyak.
Ibu Ani membereskan dagangan yang akan dijual. Ia berjalan dengan membawa tampah di atasnya sudah tertata rapi gorengan khasnya.
Gorengan... gorengan... masih anget (tengok kanan kiri).
Bu RT, “Bu sini-sini!”
Ibu Ani, “Gorengan Bu RT, masih anget.”
Bu RT, “Ya, 10 biji ya...
Hj. Rodiah, “Eh Bu Ani, masih aja nie jual gorengan.”
Ibu Ani, “Gorengan Bu Rodiah?”
Hj. Rodiah, “Eh kamu panggil apa tadi? Bu Hajjah ya... Hj. Rodiah. Wong udah haji sampai 3 kali bayangkan... henh... Bu RT mencium hajar aswad udah berapa kali?”
Bu RT, “Alhamdulillah baru satu kali.”
Hj. Rodiah, “Ya baru satu kali udah bangga, nggak sebanding.”
Bu RT, “Ya, kita percaya ya Bu Ani. Ibu Ani jadi nggak berangkat ke tanah suci?”
Ibu Ani, “Kalau uangnya udah terkumpul.”
Hj. Rodiah, “Ani, penjual gorengan ini mau nyaingi aku (memegang gorengan) ya. nggak bisa.
Tiba-tiba Shomad datang dan menghentikan langkah Bu Hj. Rodiah yang tak kunjung memaki ibunya.
Shomad, “Eh, yang katanya Ibu Hj. Rodiah yang termasyhur di kampung nie. Jangan pernah ya menghina Mak Shomad. Tunggu aja nanti kalau Mak jadi berangkat haji.”
Hj. Rodiah, “Ya, pasti ndak akan jadi.”
Shomad, “Shomad akan buktikan, ayo Mak kita pergi aja dari sini.”
Bu Ani penjual gorengan dan anaknya si Shomad meninggalkan tempat itu. Bu RT kemudian menyusulnya.
Bu RT, “Aku juga mau masak, assalamu’alaikum.”
Hj. Rodiah, “Lho-lho kok malah di tinggalin sendirian, wassalamu’alaikum.”
Bu Hj. Rodiah kemudian pulang ke rumahnya. Sementara Bu Ani dan Shomad sampai di rumah.
Suara adzan ashar berkumandang, sang Ibu menunaikan shalat kemudian ia mengadahkan kedua tangannya.
Ibu Ani, “Ya Allah, apabila aku termasuk orang yang Kau panggil. Ijinkanlah hamba, permudahkanlah hamba tuk memenuhi panggilan-Mu.
Shomad, “Mak emak... aku punya kabar gembira buat Emak.”
Bu Ani, “(mengakhiri do’anya) Apa Mad... Mad teriak-teriak kalau kedengaran tetangga gimana?”
Shomad, “Dengerin Mak, Mak jadi berangkat haji.”
Bu Ani, “Yang bener Mad, kamu kalau ngomong jangan ngawur dech. Dapet uang dari mana kamu? Jangan bilang hasil nyuri, Mak nggak pernah ya ngajarin kayak gitu sama Shomad.”
Shomad, “Hih... Mak dengerin dulu donk. Jangan su’udzon dulu.”
Bu Ani, “Mad, lebih baik Mak nggak usah berangkat ke tanah suci sekalian daripada harus pakai uang yang belum jelas.” (melepas mukena)
Beberapa hari Bu Ani dan Shomad diam, tanpa ada kata. Shomad tidak bisa berbuat apa-apa, ia tidak berani membantah.
1 bulan kemudian...
Seorang pemuda dari kantor datang ke rumah Bu Ani.
Pak Amin, “Assalamu’alaikum...”
Bu Ani, “(membuka pintu) Wa’alaikumsalam... ada apa dan ada keperluan apa?”
Pak Amin, “Kami dari petugas bank, ingin menegaskan kenapa undian haji ndak di ambil-ambil sudah satu bulan. Dan ini tolong diterima.”
Bu Ani, “(membacanya) Ya Allah, maksudnya ini gimana.”
Pak Amin, “Ya Bu sudah bisa berangkat Haji untuk satu tahun yang akan datang, da biaya ditanggung oleh bank.”
Bu Ani, “Mad, Shomad... sini Mad.”
(Shomad datang)
Shomad, “Mad, Mak jadi berangkat Haji Mad sama kamu. (sujud syukur). Alhamdulillah ya Allah... Mad, maafin Mak Mad, udah su’udzon sama Shomad.”

Setahun kemudian.
Bu Ani dan Shomad akan segera berangkat. Ada banyak orang di sana yang saling menyalami.
Bu RT, “Selama ya Bu, Mad. Semoga diterima ibadah hajinya, menjadi haji yang mabrur.”
Hj. Rodiah, “Kalau di sana jangan ngetaran-ngetaranin kalau dari desa ya... malu-maluin.”
Shomad, “Tenang aja Bu Hj. Rodiah.”
Bu RT, “Lho, Bu Hj. Rodiah ndak berangkat haji yang ke-4 kalinya.”
Hj. Rodiah, “Uangnya sudah di bawa kabur penipu itu.”
Shomad, “Makanya, jadi orang itu jangan sombong. Begini kan jadinya (hemh...)”
Bu Ani, “Mad, udah. Eh ayo pada masuk dulu. Oh ya-ya...”
Bu RT, “Jangan lupa ya Bu, air zam-zamnya. Nitip do’a.”
Akhirnya, impian Ibu Ani pengen ke tanah suci tercapai. Semenjak itu, mereka hidup bahagia. Sedangkan Bu Hj. Rodiah terbalik kehidupannya jadi sengsara, karena uangnya sudah habis di tipu teman-temannya yang saling bersekongkol.
SEKIAN...

No comments:

Post a Comment